Andalan

Pajak Daerah Kabupaten Gorontalo

Gambar

Reformasi perpajakan daerah pada tahun 2009 yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, membawa perubahan besar dalam pemungutan Pajak di Indonesia. Beberapa jenis pajak  merupakan pajak pusat diubah menjadi pajak daerah dan menjadi salah satu penerimaan asli daerah (PAD)  kabupaten/kota. Hal ini membuat pemerintah kabupaten/kota berperan besar dalam pengenaan dan pemungutan Pajak, mulai dari penetapan peraturan, penetapan pajak, pemantauan pembayaran, sampai pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan wajib pajak, untuk dapat memastikan uang pajak masuk ke kas daerah.

Pemerintah Kabupaten Gorontalo adalah salah satu daerah yang telah melaksanakan pemungutan pajak  sesuai dengan amanat Undang-Undang     Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan  menyelenggarakan kegiatan  pelayanan publik guna pemenuhan kewajiban Pajak Daerah.  Proses pelayanan  Pajak  dikelola  oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Jenis pajak yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Gorontalo adalah sebagai berikut:

Pajak Reklame

Pajak Restoran

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pajak Hotel

Pajak Hiburan

Pajak Penerangan Jalan

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dan

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

PENERAPAN TARIF PBJT JASA HIBURAN PALING RENDAH 40% DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH ATAU PEMERINTAH DAERAH

Latar Belakang

Pada tanggal 5 Januari 2022 Pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Lahirnya UU HKPD menandakan berakhirnya era pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Tujuan UU HKPD adalah sebagai upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien melalui Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sesuai UU HKPD, maka dalam rangka mengalokasikan sumber daya nasional secara lebih efisien, Pemerintah memberikan kewenangan kepada Daerah untuk memungut Pajak dan Retribusi dengan penguatan melalui restrukturisasi jenis Pajak, pemberian sumber-sumber perpajakan Daerah yang baru, penyederhanaan jenis Retribusi, dan harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Restrukturisasi Pajak dilakukan melalui reklasifikasi 5 (lima) jenis Pajak yang berbasis konsumsi menjadi satu jenis Pajak, yaitu Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Tujuan reklasifikasi 5 (lima) jenis Pajak yang berbasis konsumsi menjadi PBJT adalah untuk: (i) menyelaraskan Objek Pajak antara pajak pusat dan pajak daerah sehingga menghindari adanya duplikasi pemungutan pajak; (ii) menyederhanakan administrasi perpajakan sehingga manfaat yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pemungutan; (iii) memudahkan pemantauan pemungutan Pajak terintegrasi oleh Daerah; dan (iv) mempermudah masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, sekaligus mendukung kemudahan berusaha dengan adanya simplifikasi administrasi perpajakan.

PBJT adalah Pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/ atau jasa tertentu. Barang dan Jasa Tertentu adalah barang dan jasa tertentu yang dijual dan/atau diserahkan kepada konsumen akhir. PBJT merupakan jenis pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi yang tidak terbagi dalam Daerah kabupaten/kota otonom.  PBJT merupakan pajak atas penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi barang dan jasa tertentu yang meliputi Makanan dan/ atau Minuman, Tenaga Listrik, Jasa Perhotelan, Jasa Parkir dan Jasa Kesenian dan Hiburan.

Jasa kesenian dan hiburan merupakan salah satu jenis PBJT yang dipungut oleh Pemerintah Daerah. Sesuai ketentuan UU HKPD tarif PBJT adalah 10% dan khusus untuk  Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.  Saat ini rata-rata pemerintah daerah menerapkan tarif 40% yang ditetapkan dalam peraturan daerah masing-masing.

Permasalahan

Bagaimana kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam Penerapan Tarif PBJT Paling Rendah 40%?

Pembahasan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “Hiburan” berasal dari kata “Hibur” v, /hi·bur/ atau “Menghibur” /meng·hi·bur/ v, menyenangkan dan menyejukkan hati yang susah. berarti Hiburan dapat Diartikan sebagai sesuatu atau perbuatan yang dapat menghibur hati (melupakan kesedihan dan sebagainya). Hiburan adalah suatu bentuk kegiatan yang menarik perhatian dan minat penonton atau memberikan kesenangan dan kegembiraan. Pada umumnya hiburan dapat berupa permainan video, musik, film, opera, drama, ataupun berupa permainan bahkan olahraga. Berwisata juga dapat dikatakan sebagai upaya hiburan dengan menjelajahi alam ataupun mempelajari budaya. Mengisi kegiatan pada waktu senggang seperti membuat kerajinan, keterampilan, membaca juga dapat dikatagorikan sebagai hiburan. Selain itu terdapat tempat-tempat hiburan atau kelab malam (nightclub) sebagai tempat-tempat untuk melepas lelah, umumnya berupa rumah makan atau restoran yang dilengkapi hotel serta sarana hiburan seperti musik, karaoke, serta opera.   Ada pula yang menyediakan permainan seperti bilyar hingga sarana perjudian.  Bagi kalangan tertentu, permainan judi (gambling) dianggap sebagai hiburan atau sarana membuang sial. Selain itu, di beberapa negara ada juga klab-klab malam yang diperuntukkan untuk pertemuan keluarga yang tentunya berbeda dengan kelab-kelab malam pada umumnya. Hiburan sering memberikan kesenangan, kenikmatan, dan tawa. Pada waktu atau konteks tertentu, ada juga tujuan tambahan yang serius. Misalnya, berbagai bentuk perayaan, festival religius, atau satire (https://id.wikipedia.org/wiki/Hiburan)

Penerapan pengenaan tarif PBJT Jasa kesenian dan hiburan paling rendah 40% yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah saat ini menuai polemik. Secara terbuka pengacara kondang Hotman Paris dan Penyanyi Inul Daratista menyampaikan sorotan dan protesnya. Menurut Hotman dan Inul, tarif pajak hiburan dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD yang termasuk objek pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) minimal sebesar 40% dan paling tinggi 75% bisa mematikan iklim usaha di sektor industri hiburan. Karena kenaikannya sangat signifikan dibanding ketetapan dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD (https://www.cnbcindonesia.com).

Pernyataan Hotman dan Inul ini secara umum memperoleh dukungan dari  para pelaku usaha hiburan di Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pelaku usaha adalah mengajukan judicial review terhadap penetapan tarif PBJT jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dalam UU HKPD.

Polemik tarif PBJT jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa menjadi salah satu isu dalam pelaksanaan UU HKPD. Alasan-alasan yang menjadi dasar perlunya peninjauan tarif diantaranya adalah akan terjadinya penurunan kunjungan ke jasa hiburan yang berdampak negatif terhadap industri di sektor pariwisata. Terdampaknya usaha hiburan akan berpengaruh pada menurunnya pendapatan masyarakat yang bergantung dari sector hiburan. Adanya alasan-alasan ini maka Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat menerbitkan kebijakan terkait tarif PBJT jasa kesenian dan hiburan khusus pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Selain melalui judicial review, Kebijakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut:

Kebijakan Pemerintah /Presiden

Penetapan tarif Pajak PBJT jasa hiburan  yang berlaku secara nasional

Sesuai ketentuan pasal 97 ayat 1 UU HKPD  dinyatakan bahwa Dalam rangka pelaksanaan kebijakan fiskal nasional dan untuk mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi serta untuk mendorong pertumbuhan industri dan/atau usaha yang berdaya saing tinggi serta memberikan pelindungan dan pengaturan yang berkeadilan, Pemerintah sesuai dengan program prioritas nasional dapat melakukan penyesuaian terhadap kebijakan Pajak dan Retribusi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

Selanjutnya pada ketentuan pasal 97 ayat 2 UU HKPD dinyatakan bahwa Kebijakan fiskal nasional yang berkaitan dengan Pajak dan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

  1. dapat mengubah tarif Pajak dan tarif Retribusi dengan penetapan tarif Pajak dan tarif Retribusi yang berlaku secara nasional; dan
  2. pengawasan dan evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang menghambat ekosistem investasi dan kemudahan dalam berusaha.

Pada ketentuan  pasal 97 ayat 3 UU HKPD dinyatakan bahwa Penetapan tarif Pajak yang berlaku secara nasional mencakup tarif atas jenis Pajak provinsi dan jenis Pajak kabupaten/kota.

Berikutnya sesuai ketentuan pasal 97 ayat 5 UU HKPD dinyatakan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan tarif Pajak dan Retribusi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan ketentuan pasal 97 UU HKPD, Pemerintah dapat menetapkan tarif PBJT jasa hiburan  yang berlaku secara nasional .

Kebijakan Pemerintah Daerah/Kepala Daerah

Pemberian Keringanan dan Pengurangan Pajak PBJT jasa hiburan  

Sesuai ketentuan pasal 96 ayat 1 UU HKPD  dinyatakan bahwa Kepala Daerah dapat memberikan keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran atas pokok dan/atau sanksi Pajak dan Retribusi. Ketentuan pasal 96 ayat 2 UU HKPD  dinyatakan bahwa Pemberian keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran dilakukan dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dan/atau objek Pajak atau objek Retribusi. Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah Daerah dapat memberikan  Keringanan dan Pengurangan Pajak PBJT jasa hiburan.  

Pemberian Insentif Fiskal di Daerah

Pada ketentuan Pasal 101 ayat 1 UU HKPD dinyatakan bahwa Dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi, gubernur/bupati/wali kota dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya. Selanjutnya  ketentuan Pasal 101 ayat 2 UU HKPD dinyatakan bahwa Insentif fiskal berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok Pajak, pokok Retribusi, dan/atau sanksinya Berikutnya pada ketentuan Pasal 101 ayat 3 UU HKPD dinyatakan bahwa Insentif fiskal dapat diberikan atas permohonan Wajib Pajak dan Wajib Retribusi atau diberikan secara jabatan oleh Kepala Daerah berdasarkan pertimbangan, antara lain:

  1. kemampuan membayar Wajib Pajak dan Wajib Retribusi;
  2. kondisi tertentu objek Pajak, seperti objek Pajak terkena bencana alam, kebakaran, dan/atau penyebab lainnya yang terjadi bukan karena adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dan/atau pihak lain yang bertujuan untuk menghindari pembayaran Pajak;
  3. untuk mendukung dan melindungi pelaku usaha mikro dan ultra mikro;
  4. untuk mendukung kebijakan Pemerintah Daerah dalam mencapai program prioritas Daerah; dan/atau
  5. untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam mencapai program prioritas nasional.

Ketentuan Pasal 101 ayat 4 dan 5 UU HKPD dinyatakan bahwa Pemberian insentif fiskal diberitahukan  kepada DPRD dengan melampirkan pertimbangan Kepala Daerah dalam memberikan insentif fiskal tersebut. Pemberian insentif fiskal ditetapkan dengan Perkada. Berdasarkan ketentuan Pasal 101 UU HKPD, Pemerintah Daerah dalam rangka insentif fiskal dapat memberikan pengurangan dan keringanan Pajak PBJT Jasa Hiburan.

Kesimpulan

Sesuai ketentuan-ketentuan pada UU HKPD sebagaimana diuraikan, maka kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam Penerapan Tarif PBJT Paling Rendah 40% antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Kebijakan Penetapan tarif Pajak PBJT jasa hiburan  yang berlaku secara nasional oleh Pemerintah
  2. Pemberian Keringanan dan Pengurangan Pajak PBJT jasa hiburan oleh Pemerintah Daerah
  3. Pemberian Insentif Fiskal di Daerah oleh Pemerintah Daerah

PENETAPAN TARGET PENERIMAAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DALAM ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2023

 

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD) adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Penetapan APBD dilakukan melalui mekanisme pembahasan dan persetujuan bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Proses penyusunan APBD oleh pemerintah daerah menjadi salah satu isu yang menjadi sorotan masyarakat. Penyusunan APBD bukan saja menjadi bagian dari pengelolaan keuangan daerah, tetapi juga menjadi alat politik yang digunakan untuk mencapai tujuan bersama.

Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas Daerah dan Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas Daerah. Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran berkenaan. Penyusunan anggaran pendapatan adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang seluruh kegiatan pemerintah atau instansi yang dinyatakan dalam unit moneter (nilai uang) untuk jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang.

Anggaran pendapatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penyusunan APBD. Penyusunan Anggaran Pendapatan sangat penting bagi pemerintah daerah guna membantu kelancaran pembangunan yang memberikan  tanggung jawab kepada pemerintah daerah untuk  terciptanya perencanaan dan pelaksanaan yang efektif.

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah salah satu jenis pendapatan daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan APBD, maka penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah seharusnya memberikan kontribusi yang maksimal terhadap pendapatan daerah. Selama ini penentuan target penerimaan pajak daerah lebih didasarkan pada pendekatan tradisional yang bersifat incrementalisme, yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data-data tahun sebelumnya sebagai dasar menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa melakukan kajian yang mendalam.  

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa penetapan target Potensi penerimaan daerah untuk masing masing jenis pajak daerah belum dihitung secara menyeluruh. Pengukuran prestasi kerja dalam penerimaan pajak daerah masih didasarkan pada rasio pengumpulan (collection ratio), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur persentase realisasi penerimaan pajak daerah dari target penerimaan pajak daerah, bukan ukuran rasio cakupan (coverage ratio), yang meliputi rasio proporsi dan rasio pertumbuhannya. Sedangkan rencana tindakan (action plan) peningkatan pendapatan daerah lebih dianggap sebagai kegiatan rutin instansi pemungut.

Penetapan Target Penerimaan Pajak dan Retribusi dalam APBD sesuai ketentuan pasal 102 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa Penganggaran Pajak dan Retribusi dalam APBD mempertimbangkan paling sedikit: (a) kebijakan makroekonomi Daerah; dan (b) potensi Pajak dan Retribusi. Kebijakan makroekonomi Daerah dimaksud meliputi struktur ekonomi Daerah, proyeksi pertumbuhan ekonomi Daerah, ketimpangan pendapatan, indeks pembangunan manusia, kemandirian fiskal, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, dan daya saing Daerah. Kebijakan makroekonomi daerah diselaraskan dengan kebijakan makroekonomi regional dan kebijakan makroekonomi yang mendasari penyusunan APBN.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2023, penyusunan kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah dalam anggaran pendapatan daerah harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Penganggaran pajak daerah dan retribusi daerah didasarkan pada Perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah, yang disusun berdasarkan: (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud Pasal 187 huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah; dan (2) Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022. Selanjutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2023 menyatakan bahwa Penetapan target pajak daerah dan retribusi daerah dalam APBD mempertimbangkan paling sedikit kebijakan makro ekonomi daerah, potensi pajak daerah dan retribusi daerah sesuai maksud Pasal 102 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022. Dalam rangka penetapan target penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah dalam anggaran pendapatan  belanja daerah tahun anggaran 2023, maka yang perlu dipertimbangkan adalah kebijakan makro ekonomi daerah yang tercantum dalam Rencana Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD) dan potensi jenis pajak daerah dan retribusi daerah. 

Potensi adalah sesuatu yang sebenarnya sudah ada, hanya belum didapat atau diperoleh di tangan. potensi diartikan sebagai kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan; kekuatan; kesanggupan; daya potensi pajak/retribusi  merupakan kemampuan pemungutan pajak/Retribusi dalam kondisi ideal dimana dalam pemungutan pajak/Retribusi  tersebut tidak terdapat ganguan/hambatan yang bersifat internal dan eksternal. target pendapatan merupakan bagian dari potensi yang diperkirakan dapat dipungut sesuai dengankemampuan pemerintah dan kepatuhan wajib pajak

Target merupakan sasaran (batas ketentuan dan sebagainya) yang telah ditetapkan untuk dicapai. Target pajak merupakan kemampuan pemungutan pajak dengan mempertimbangkan gangguan/hambatan internal dan eksternal. Gangguan/hambatan internal mengambarkan kemampuan organisasi dalam pemungutan pajak, dengan tersedianya sumberdaya manusia serta sarana dan prasarana baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Ganguan/hambatan eksternal mengambarkan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya

Pendekatan perencanaan pendapatan pajak dan retribusi daerah guna penetapan target penerimaan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  • Makro

menggunakan teknik statistik tertentu berdasarkan data-data sekunder tahun tahun sebelumnya, time series atau trend. Sumber Data belum tentu sesuai dengan potensi, seringkali hanya mengambarkan pencapaian target (biasa disebut Proyeksi Target). Salah satu Teknik analisis pendekatan makro yang dapat dilakukan dalam penentuan potensi pajak daerah adalah Analisis Tipologi Klassen

  • Mikro

Dihitung berdasarkan hasil survey lapangan sehingga mengambarkan potensi riil pajak daerah saat ini. observasi dilakukan secara keseluruhan atau sensus membutuhan biaya yang besar dan waktu relatif lama.  Observasi dapat dilakukan dengan menggunakan sampling, yang jumlah sampelnya dapat disesuaikan dengan kemampuan keuangan dan sumber daya manusia pemerintah daerah

  • Inkramental

Praktis dan pragmatis untuk diterapkan pada perencanaan penerimaan.  Dilakukan melalui perhitungan realisasi penerimaan tahun sebelumnya dengan penyesuaian terhadap pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi

Sebagai salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pelaksanaan APBD, maka target penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah dalam APBD harus ditetapkan secara terukur sesuai analisa yang cermat dan sistematis serta berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Referensi

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2023

Mardiasmo, 2009, Akuntansi Sektor Publik : Andi Offset

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, 2013, Handbook Modul Pendapatan Daerah

HAK-HAK WAJIB PAJAK DALAM PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH (1)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan.  Undang-Undang Dasar ini juga menegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan Undang-Undang. Dengan demikian, pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus didasarkan pada Undang-Undang

Syarat untuk melakukan pemungutan pajak daerah adalah tersedianya dasar hukum yang menjadi landasan pelaksanaanya. Dasar hukum pelaksanaan pemungutan pajak daerah adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) yang merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000.

Dalam ketentuan pemungutan pajak daerah, terdapat pengaturan tentang pemenuhan kewajiban wajib pajak. Selain kewajiban wajib pajak, juga telah diatur hak-hak wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan daerah. Selama ini masyarakat lebih mengenal hal-hal yang menjadi kewajiban wajib pajak seperti mendaftarkan objek atau subjek pajaknya, menyampaikan laporan dan perhitungan serta membayar pajak. Sementara hal-hal yang menjadi hak wajib pajak daerah belum diketahui secara luas oleh masyarakat.

Kesadaran dan kepatuhan wajib pajak merupakan tantangan utama pelaksanaan pemungutan pajak daerah. Salah satu upaya peningkatan kesadaran dan kepatuhan  pajak daerah dapat dilakukan dengan memenuhi hak-hak wajib pajak dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah. Pemenuhan hak-hak wajib pajak akan meningkatkan kepercayaan masyarakat yang akan mempengaruhi kesadaran dan kepatuhan wajib pajak melaksanakan kewajiban pajak daerahnya.

Hak-Hak Wajib Pajak

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar Pajak, pemotong Pajak, dan pemungut Pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. Definisi hak dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan) https://id.wikipedia.org/wiki/Hak.

Hak-hal wajib pajak dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah adalah:

  • Mengajukan Keberatan
  • Mengajukan Banding
  • Pengurangan Besaran Pajak
  • Pengembalian Kelebihan Pembayaran
  • Memperoleh Imbalan Bunga
  • Pembetulan
  • Keringanan Pajak, dan
  • Pembebasan Pajak

Keberatan

Pada UUPDRD ataupun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah (KUPD) tidak dijelaskan pengertian keberatan. Jika membaca ketentuan dalam Pasal 103 UUPDRD dan Pasal 23 KUPD, keberatan dapat didefinisikan sebagai upaya yang dapat ditempuh wajib pajak yang kurang atau tidak puas, atau tidak sependapat dengan hasil pemeriksaan pajak yang tertuang dalam ketetapan pajak maupun atas pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga.

Wajib Pajak dapat dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk terhadap SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN, dan pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga.Pengajuan keberatan  harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat atau tanggal pemotongan atau Pemungutan.

Dalam hal Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya, pengajuan keberatan dapat diajukan dalam jangka waktu lebih dari 3 (tiga) bulan. Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak.

Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan atas jumlah Pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. Pengajuan keberatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. Dalam memberikan keputusan, Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat melakukan Pemeriksaan. Keputusan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima.

Keputusan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atas keberatan dapat berupa:

  1. menerima seluruhnya dalam hal Pajak terutang berdasarkan hasil Pemeriksaan sama dengan Pajak yang terutang menurut Wajib Pajak;
  2. menerima sebagian dalam hal Pajak terutang berdasarkan hasil Pemeriksaan sebagian sama dengan Pajak yang terutang menurut Wajib Pajak;
  3. menolak dalam hal Pajak terutang berdasarkan hasil Pemeriksaan sama dengan Pajak yang terutang dalam surat keputusan/ ketetapan yang diajukan keberatan oleh Wajib Pajak; atau
  4. menambah besarnya jumlah Pajak yang terutang dalam hal Pajak terutang berdasarkan hasil Pemeriksaan lebih besar dari Pajak yang terutang dalam surat keputusan / ketetapan yang diajukan keberatan oleh Wajib Pajak.

Apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian keberatan diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Imbalan bunga dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.

Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa. denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan Pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) tidak dikenakan.

Banding

Sesuai ketentuan umum Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakaan yang berlaku. Wajib Pajak dapat mengajukan banding atas Surat Keputusan Keberatan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima dengan dilampiri salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.

Pengajuan banding menangguhkan kewajiban membayar Pajak sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding. Pengajuan banding dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran Pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

Pengajuan banding sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah sebagai berikut:

Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.   Jangka waktu tersebut tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding.

 Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding. Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding.  Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).

 Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya. Apabila selama proses Banding, pemohon Banding meninggal dunia, Banding dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal pemohon Banding pailit.

Apabila selama proses Banding pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud. Pemohon Banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang dibanding. Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak. Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan : a. penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan; b. putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding. Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan,tidak dapat diajukan kembali. Jika permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Imbalan bunga dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran Pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

Pengurangan

Pengurangan pajak adalah salah satu hak Wajib Pajak daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 107 ayat (2) UUPDRD yang menyatakan bahwa Kepala Daerah dapat:

  1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
  2. mengurangkan atau membatalkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar;
  3. mengurangkan atau membatalkan STPD;
  4. mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi tertentu objek pajak.

HAK-HAK WAJIB PAJAK DALAM PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH (2)

PENERBITAN STPD DAN SKPDKB DALAM PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pajak Derah adalah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemungutan pajak daerah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota diwilayah Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan kewenangan pemerintah daerah sesuai ketentuan perundang-undangan.

Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah daerah yang pengelolaanya berbeda dengan pajak pusat.  Pada pelaksanaan pemungutan pajak daerah, terdapat dokumen dalam bentuk surat atau formulir yang harus disampaikan oleh Wajib Pajak atau Instansi Pemungut (Fiskus) sebagai persyaratan pemenuhan hak dan kewajiban pajak daerah. 

Hambatan dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah pada umumnya adalah kesadaran dan kepatuhan wajib pajak untuk melaksanakan kewajibannya. Selain hambatan dari wajib pajak, kekeliruan dalam penerbitan dokumen atau formulir pajak daerah juga menjadi salah satu hal yang menyebabkan kewajiban pajak daerah tidak dapat dilaksanakan.

Dokumen atau formulir dalam pemungutan pajak daerah yang diterbitkan oleh fiskus terdiri atas beberapa surat yang memiliki tujuan yang berbeda. Surat-surat tersebut diantaranya adalah Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB). Dalam penerbitan STPD dan SKPDKB terkadang terdapat kekeliruan dalam penerapannya. Guna menghindari kesalahan dalam penerbitan STPD dan SKPDKB perlu dipahami dasar penerbitan dan alasan penerbitannya.

Permasalahan

Bagaimana dasar hukum dan alasan penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) ?

Bagaimana dasar hukum dan alasan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) ?

Tujuan

Mengetahui dasar hukum dan alasan penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)

Mengetahui dasar hukum dan alasan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB)

PEMBAHASAN

Surat-Surat dalam Pemungutan Pajak Daerah

Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)

Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/ atau pembayaran Pajak, objek Pajak dan/ atau bukan objek Pajak, dan/ atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.

  • Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)

surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek PBB-P2 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.

  • Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD)

Bukti pembayaran atau penyetoran Pajak yang telah dilakukan dengan menggunakari formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

  • Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)

Surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak yang terutang.

  • Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)

Surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya PBB-P2 yang terutang kepada Wajib Pajak.

  • Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB)

Surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak, jumlah kredit Pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok Pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah Pajak yang masih harus dibayar.

  • Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT)

Surat ketetapan Pajak yang menentukan tambahan  atas jumlah Pajak yang telah ditetapkan.

  • Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN)

Surat ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok Pajak sama besarnya dengan jumlah kredit Pajak atau Pajak tidak terutang dan tidak ada kredit Pajak.

  • Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar(SKPDLB)

Surat ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Pajak karena jumlah kredit Pajak lebih besar daripada Pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

  • Surat Tagihan Pajak Daerah(STPD)

Surat untuk melakukan tagihan Pajak dan/ atau sanksi administratif berupa bunga dan/ atau denda.

  • Surat Teguran

Surat yarig diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur Wajib Pajak untuk melunasi utang Pajaknya.

  • Surat Paksa

Surat perintah membayar utang Pajak dan biaya penagihan Pajak.

  • Surat Keputusan Pembetulan

Surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/ atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.

  • Surat Keputusan Keberatan

Surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan, atau terhadap pemotongan atau Pemungutan pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

Dasar hukum dan alasan Penerbitan STPD                       

Dasar Hukum Penerbitan STPD adalah sebagai berikut:

  1. Bahwa sesuai Pasal 1 angka 59 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
  2. Sesuai Pasal 100 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dinyatakan bahwa Kepala Daerah dapat menerbitkan STPD jika  dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung.
  3. Sesuai Pasal 1 angka 29  Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah dinyatakan bahwa Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian surat pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
  4. Sesuai Pasal 15 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah dinyatakan bahwa SSPD untuk BPHTB dipersamakan sebagai SPTPD.
  5. Sesuai Pasal 15 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah dinyatakan bahwa Kepala Daerah melakukan Penelitian atas SPTPD dan SSPD yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
  6. Sesuai Pasal 20 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, dinyatakan bahwa Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan STPD untuk jenis Pajak yang dibayar sendiri berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak dalam hal Dari hasil Penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung.
  7. Sesuai Pasal 29 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, Penelitian SSPD-BPHTB meliputi:
    1. Kesesuaian nomor objek Pajak yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan nomor objek Pajak yang tercantum dalam fotokopi SPPT atau bukti pembayaran PBB-P2 lainnya dan pada basis data PBB-P2;
    2. Kesesuaian NJOP bumi per meter persegi yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan NJOP bumi per meter persegi pada basis data PBB-P2;
    3. Kesesuaian NJOP Bangunan per meter persegi yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan NJOP bangunan per meter persegi pada basis data PBB-P2;
    4. Kebenaran penghitungan BPHTB yang meliputi nilai perolehan objek Pajak, NJOP, NJOP tidak kena Pajak, tarif, pengenaan atas objek Pajak tertentu, BPHTB terutang atau yang harus dibayar; dan
    5. Kebenaran penghitungan BPHTB yang termasuk besarnya pengurangan yang sendiri.
  8. Sesuai Pasal 29 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, Dalam hal berdasarkan hasil Penelitian SSPD BPHTB sebagaimana dimaksud jumlah Pajak yang disetorkan lebih kecil dari jumlah Pajak terutang, Wajib Pajak wajib membayar selisih kekurangan tersebut.

Alasan-alasan diterbitkannya STPD diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Telah dilakukannya penelitian atas SPTPD, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian surat pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
    1. Dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung.
    2. Terdapat ketidaksesuaian dalam SSPD-BPHTB.
    3. Terdapat pengenaan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda atas pemenuhan kewajiban pajak daerah oleh wajib pajak.

Dasar hukum dan alasan Penerbitan SKPDKB

 Dasar hukum penerbitan SKPDKB adalah sebagai berikut:

  1. Bahwa sesuai dengan Pasal 1 angka 55 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar;
  2. Bahwa sesuai dengan Pasal 97 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, bahwa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan SKPDKB dalam hal:
    1. jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
    2. jika SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;
    3. jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan.
  3. Sesuai Pasal 1 angka 31  Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah dinyatakan bahwa Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.
  4. Pasal 16 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, bahwa dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak terutangnya Pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT, dan SKPDN untuk jenis Pajak yang dibayar sendiri berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak.
    • Pasal 16 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, bahwa SKPDKB diterbitkan dalam hal;
    • berdasarkan hasil Pemeriksaan atau keterangan lain, Pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
    • SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; atau
    • kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi.

Alasan-alasan penerbitan SKPDKB diantarnya adalah sebagai berikut:

  1. Belum melampui jangka waktu 5 tahun sejak saat terutang pajak.
  2. Pajak daerah adalah jenis Pajak yang dibayar sendiri berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak seperti Pajak Hotel, Hiburan, Restoran dan lain-lain.
  3. Telah dilakukan pemeriksaan, yaitu serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah dan hasil pemeriksaan, Wajib pajak tidak atau kurang bayar.
  4. Wajib pajak tidak menyampaikan SPTPD.
  5. Kewajiban wajib pajak mengisi SPTPD tidak dipenuhi
  1. KESIMPULAN

Sesuai uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Penerbitan STPD pada pemungutan pajak daerah dilaksanakan karena wajib pajak tidak atau kurang bayar pajak atas hasil penelitian SPTPD dan atau Wajib pajak dikenakan sanksi berupa denda/bunga.
  2. Penerbitan SKPDKB pada pemungutan pajak daerah dilaksanakan karena wajib pajak tidak atau kurang bayar pajak atas hasil pemeriksaan SPTPD sebelum melampaui jangka waktu 5 tahun saat terutang pajak untuk pajak yang dibayar sendiri berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak.

Referensi

  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah

Potensi Sarang Burung Walet Dalam Pemungutan Pajak Daerah di Kabupaten Gorontalo

Burung walet (Collocalia vestita) merupakan burung dengan sayap meruncing, berekor panjang, berwarna hitam dengan bagian bawah tubuhnya berwarna coklat.  Burung walet hidup di pantai serta daerah permukiman, menghuni gua atau ruang besar, seperti bubungan kosong. Burung walet bersarang secara berkelompok dengan sarang yang dibuat dari air liur.

Sarang burung walet atau disebut Edible bird’s nest  terbuat dari Air liur burung walet itu sendiri tanpa ada campuran dari bahan dari luar tubuhnya. Liur walet bukan sekadar air liur biasa. Liur burung walet terbuat dari protein yang juga tinggi kandungan kalsium, zat besi, kalium, dan magnesium. Itu sebabnya, sarang burung walet mengandung nutrisi yang dibutuhkan tubuh sekaligus memiliki banyak manfaat bagi kesehatan.

Manfaat Sarang Burung walet yang penting bagi kesehatan, antara lain: sebagai obat batuk kering, mempertahankan kecantikan kulit; mengatasi keluhan paru-paru; mengobati kerusakan pembuluh darah; meningkatkan nafsu makan; sumber antioksidan; sumber mineral untuk sistem kekebalan tubuh; membuat kulit menjadi cantik; mencerdaskan otak. Melihat banyaknya dan pentingnya manfaat sarang burung walet, maka saat ini sarang burung walet menjadi komoditas yang sangat tinggi nilainya.

Saat ini di Kabupaten Gorontalo terdapat kurang lebih 300 bangunan sarang burung walet yang tersebar di 19 kecamatan. Menurut Ketua Perkumpulan Petani Sarang Walet Nusantara (PPSWN) Provinsi Gorontalo sebagaimana dikutip dari antaranews.com, Yanto Turede mengatakan rata-rata rumah walet dapat memproduksi 2 kg/bulan (https://gorontalo.antaranews.com/berita/135341/gorontalo-memiliki-potensi-bisnis-sarang-burung-walet). Jika terdapat 300 rumah walet di Kabupaten Gorontalo maka setiap bulannya produksi sarang burung walet diperkirakan sebanyak 600 kg. Dengan jumlah tersebut, apabila harga sarang burung walet sebesar Rp. 8 juta, maka harga sarang burung walet adalah 4.8 miliar perbulan atau 57, 6 miliar pertahunnya.

“Jumlah permintaan pemeriksaan karantina untuk sertifikasi pengiriman SBW dari Gorontalo ke beberapa daerah terus meningkat. Kami memberikan apresiasi kepada para pelaku usaha SBW yang terus meningkatkan produksinya sehingga bukan hanya memenuhi kebutuhan masyarakat Gorontalo akan tetapi dapat dikirim sebagai bahan baku ekspor,” ujar Plt. Kepala Karantina Pertanian Gorontalo, Donni Musydayan Saragih melalui keterangan tertulisnya, dikutip dari halaman facebook Badan Karantina Pertanian. (https://hulondalo.id/selang-januari-agustus-2020-ditaksir-harga-sbw-keluar-dari-gorontalo-rp415-m)

Sesuai ketentuan Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sarang burung walet adalah jenis pajak Kabupaten/Kota. Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet. Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet di Kabupaten Gorontalo telah diatur dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gorontalo Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pajak Sarang Burung Walet

Adanya pemungutan Pajak Sarang Burung Walet diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah. Selain itu adanya regulasi pemungutan pajak sarang burung walet dapat memberikan peran dan kewenengan pemerintah untuk mengatur ataupun mengawasi pengambilan/pengusahaan sarang burung walet untuk kesejahteraan kepada masyarakat dan perlindungan lingkungan alam.

PENERBITAN STPD DAN SKPDKB Dalam Pemungutan Pajak Daerah

Latar Belakang

Pajak Derah adalah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemungutan pajak daerah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota diwilayah Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan kewenangan pemerintah daerah sesuai ketentuan perundang-undangan.

Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah daerah yang pengelolaanya berbeda dengan pajak pusat.  Pada pelaksanaan pemungutan pajak daerah, terdapat dokumen dalam bentuk surat atau formulir yang harus disampaikan oleh Wajib Pajak atau Instansi Pemungut (Fiskus) sebagai persyaratan pemenuhan hak dan kewajiban pajak daerah. 

Hambatan dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah pada umumnya adalah kesadaran dan kepatuhan wajib pajak untuk melaksanakan kewajibannya. Selain hambatan dari wajib pajak, kekeliruan dalam penerbitan dokumen atau formulir pajak daerah juga menjadi salah satu hal yang menyebabkan kewajiban pajak daerah tidak dapat dilaksanakan.

Dokumen atau formulir dalam pemungutan pajak daerah yang diterbitkan oleh fiskus terdiri atas beberapa surat yang memiliki tujuan yang berbeda. Surat-surat tersebut diantaranya adalah Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB). Dalam penerbitan STPD dan SKPDKB terkadang terdapat kekeliruan dalam penerapannya. Guna menghindari kesalahan dalam penerbitan STPD dan SKPDKB perlu dipahami dasar penerbitan dan alasan penerbitannya.

Permasalahan

Bagaimana dasar hukum dan alasan penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) ?

Bagaimana dasar hukum dan alasan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) ?

Tujuan

Mengetahui dasar hukum dan alasan penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)

Mengetahui dasar hukum dan alasan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB)

Surat-Surat dalam Pemungutan Pajak Daerah

Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)

Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/ atau pembayaran Pajak, objek Pajak dan/ atau bukan objek Pajak, dan/ atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.

Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)

surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan data subjek dan objek PBB-P2 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.

Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD)

Bukti pembayaran atau penyetoran Pajak yang telah dilakukan dengan menggunakari formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah.

Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)

Surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak yang terutang.

Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)

Surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya PBB-P2 yang terutang kepada Wajib Pajak.

Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB)

Surat ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok Pajak, jumlah kredit Pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok Pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah Pajak yang masih harus dibayar.

Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT)

Surat ketetapan Pajak yang menentukan tambahan  atas jumlah Pajak yang telah ditetapkan.

Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN)

Surat ketetapan Pajak yang menentukan jumlah pokok Pajak sama besarnya dengan jumlah kredit Pajak atau Pajak tidak terutang dan tidak ada kredit Pajak.

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar(SKPDLB)

Surat ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Pajak karena jumlah kredit Pajak lebih besar daripada Pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

Surat Tagihan Pajak Daerah(STPD)

Surat untuk melakukan tagihan Pajak dan/ atau sanksi administratif berupa bunga dan/ atau denda.

Surat Teguran

Surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur Wajib Pajak untuk melunasi utang Pajaknya.

Surat Paksa

Surat perintah membayar utang Pajak dan biaya penagihan Pajak.

Surat Keputusan Pembetulan

Surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/ atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.

Surat Keputusan Keberatan

Surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan, atau terhadap pemotongan atau Pemungutan pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

Dasar hukum dan alasan Penerbitan STPD

  1. Bahwa sesuai Pasal 1 angka 59 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
  2. Sesuai Pasal 100 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dinyatakan bahwa Kepala Daerah dapat menerbitkan STPD jika  dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung.
  3. Sesuai Pasal 1 angka 29  Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah dinyatakan bahwa Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian surat pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
  4. Sesuai Pasal 15 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah dinyatakan bahwa SSPD untuk BPHTB dipersamakan sebagai SPTPD.
  5. Sesuai Pasal 15 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah dinyatakan bahwa Kepala Daerah melakukan Penelitian atas SPTPD dan SSPD yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
  6. Sesuai Pasal 20 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, dinyatakan bahwa Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan STPD untuk jenis Pajak yang dibayar sendiri berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak dalam hal Dari hasil Penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung.
  7. Sesuai Pasal 29 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, Penelitian SSPD-BPHTB meliputi:
    1. Kesesuaian nomor objek Pajak yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan nomor objek Pajak yang tercantum dalam fotokopi SPPT atau bukti pembayaran PBB-P2 lainnya dan pada basis data PBB-P2;
    2. Kesesuaian NJOP bumi per meter persegi yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan NJOP bumi per meter persegi pada basis data PBB-P2;
    3. Kesesuaian NJOP Bangunan per meter persegi yang dicantumkan dalam SSPD BPHTB dengan NJOP bangunan per meter persegi pada basis data PBB-P2;
    4. Kebenaran penghitungan BPHTB yang meliputi nilai perolehan objek Pajak, NJOP, NJOP tidak kena Pajak, tarif, pengenaan atas objek Pajak tertentu, BPHTB terutang atau yang harus dibayar; dan
    5. Kebenaran penghitungan BPHTB yang termasuk besarnya pengurangan yang sendiri.
  8. Sesuai Pasal 29 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, Dalam hal berdasarkan hasil Penelitian SSPD BPHTB sebagaimana dimaksud jumlah Pajak yang disetorkan lebih kecil dari jumlah Pajak terutang, Wajib Pajak wajib membayar selisih kekurangan tersebut.

Alasan-alasan diterbitkannya STPD diantaranya adalah sebagai berikut:

Telah dilakukannya penelitian atas SPTPD, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian surat pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.

Dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung.

Terdapat ketidaksesuaian dalam SSPD-BPHTB.

Terdapat pengenaan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda atas pemenuhan kewajiban pajak daerah oleh wajib pajak

Dasar hukum dan alasan Penerbitan SKPDKB

Bahwa sesuai dengan Pasal 1 angka 55 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administratif, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar;

Bahwa sesuai dengan Pasal 97 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, bahwa dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan SKPDKB dalam hal:

  1. jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
  2. jika SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;
  3. jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan

Pasal 16 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, bahwa dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak terutangnya Pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT, dan SKPDN untuk jenis Pajak yang dibayar sendiri berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak.

Pasal 16 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, bahwa SKPDKB diterbitkan dalam hal;

  1. berdasarkan hasil Pemeriksaan atau keterangan lain, Pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
  2. SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; atau
  3. kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi.
  4. Alasan-alasan penerbitan SKPDKB diantarnya adalah sebagai berikut:
  1. Belum melampui jangka waktu 5 tahun sejak saat terutang pajak.
  2. Pajak daerah adalah jenis Pajak yang dibayar sendiri berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak seperti Pajak Hotel, Hiburan, Restoran dan lain-lain.
  3. Telah dilakukan pemeriksaan, yaitu serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah dan hasil pemeriksaan, Wajib pajak tidak atau kurang bayar.
  4. Wajib pajak tidak menyampaikan SPTPD.
  5. Kewajiban wajib pajak mengisi SPTPD tidak dipenuhi

Sesuai Pasal 1 angka 31  Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah dinyatakan bahwa Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.

Pasal 16 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, bahwa dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak terutangnya Pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT, dan SKPDN untuk jenis Pajak yang dibayar sendiri berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak.

Pasal 16 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, bahwa SKPDKB diterbitkan dalam hal;

berdasarkan hasil Pemeriksaan atau keterangan lain, Pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;

SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; atau

kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi.

Alasan-alasan penerbitan SKPDKB diantarnya adalah sebagai berikut:

  1. Belum melampui jangka waktu 5 tahun sejak saat terutang pajak.
  2. Pajak daerah adalah jenis Pajak yang dibayar sendiri berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak seperti Pajak Hotel, Hiburan, Restoran dan lain-lain.
  3. Telah dilakukan pemeriksaan, yaitu serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah dan hasil pemeriksaan, Wajib pajak tidak atau kurang bayar.
  4. Wajib pajak tidak menyampaikan SPTPD.
  5. Kewajiban wajib pajak mengisi SPTPD tidak dipenuhi

KESIMPULAN

Sesuai uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Penerbitan STPD pada pemungutan pajak daerah dilaksanakan karena wajib pajak tidak atau kurang bayar pajak atas hasil penelitian SPTPD dan atau Wajib pajak dikenakan sanksi berupa denda/bunga.
  2. Penerbitan SKPDKB pada pemungutan pajak daerah dilaksanakan karena wajib pajak tidak atau kurang bayar pajak atas hasil pemeriksaan SPTPD sebelum melampaui jangka waktu 5 tahun saat terutang pajak untuk pajak yang dibayar sendiri berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak.

Referensi

  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah

28, 29, 40 DI OKTOBER TAHUN 2020

Kemarin, tanggal 28 Oktober 2020 kita memperingati 92 tahun Sumpah Pemuda.  Dalam sejarah pergerakan kemerdakaan Indonesia Sumpah Pemuda berperan sangat penting sebagai tonggak utama perjuangan.  Ikrar Sumpah Pemuda  ini dianggap sebagai perwujudan semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor  316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959,  Tanggal 28 Oktober ditetapkan sebagai Hari Sumpah Pemuda, yaitu hari nasional yang bukan hari libur yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk memperingati peristiwa Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda adalah keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Keputusan ini menegaskan cita-cita akan ada “tanah air Indonesia”, “bangsa Indonesia”, dan “bahasa Indonesia”.

Berikut ini adalah bunyi tiga keputusan kongres tersebut sebagaimana tercantum pada prasasti di dinding Museum Sumpah Pemuda. Penulisan menggunakan ejaan van Ophuijsen.

Pertama:

Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

Kedoea:

Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Ketiga:

Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Hari ini Kamis tanggal 29 Oktober 2020 adalah Hari libur nasional  Maulid Nabi Muhammad SAW sesuai Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2020 tentang Cuti Bersama Aparatul Sipil Negara tahun 2020. Nabi  Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalibs bin Hashim Lahir : Subuh hari Isnin, 12 Rabiulawal bersamaan 20 April 571 Masehi (dikenali sebagai Tahun Gajah; karena peristiwa tentara bergajah Abrahah yang menyerang kota Ka’bah). Beliau  Lahir  Di rumah  Abu Thalib, Makkah Al-Mukarramah dari  Ibunda Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf dan  Bapak  Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hashim.

Hari ini pula saya mengenang dan mengingat perjuangan seorang  Ibu. Tepatnya 40 tahun lalu tanggal 29 Oktober 1980 ketika dilahirkan kedunia dari Ibunda yang kini telah mendahului  kami 2 tahun lalu. Semoga Allah SWT mengampuni segala  dosa Ibunda, dan semoga Allah SWT melapangkan, menerangi Kuburnya serta memberikan nikmat kubur sampai tiba saatnya berkumpul di padang masyar kelak. Dan Semoga Allah SWT memasukkan Ibunda tercinta kedalam SurgaNya tanpa hisab. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Nabi Muhammad SAW dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan dan pertempuran dan menjelang usianya yang ke-40, ia sering menyendiri ke Gua Hira‘ sebuah gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Mekkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur. Ia bisa berhari-hari bertafakur (merenung) dan mencari ketenangan dan sikapnya itu dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut yang senang bergerombol. Dari sini, ia sering berpikir dengan mendalam, dan memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.

Nabi Muhammad SAW pertama kali diangkat menjadi rasul pada malam hari tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611 M, . Nabi Muhammad SAW berusia 40 tahun 6 bulan dan 8 hari ketika ayat pertama sekaligus pengangkatannya sebagai rasul disampaikan kepadanya menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah atau tahun masehi (penanggalan berdasarkan matahari)

diriwayatkan Malaikat Jibril datang dan membacakan surah pertama dari Quran yang disampaikan kepada Muhammad, yaitu surah Al-Alaq. Muhammad diperintahkan untuk membaca ayat yang telah disampaikan kepadanya, namun ia mengelak dengan berkata ia tak bisa membaca. Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Jibril berkata:

1.Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ​
2.Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ ​
3.Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia,اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ​
4.Yang mengajar (manusia) dengan pena.الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ​
5.Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ​

Salawat dan Salam semoga  selalu tercurah kepadamu Ya Rasulullah.

Usia 40 tahun dinilai sebagai masa keemasan manusia dalam menapaki hidup. Di usia tersebut, manusia dinilai telah mencapai kematangan baik dalam bertindak, bersikap maupun berpikir. Kedewasan seseorang bisa diukur dan dilihat di usia tersebut.

Dalam Alquran, disebutkan tentang manusia yang sudah memasuki usia 40 tahun. Allah SWT berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْسَانًا ۗحَمَلَتْهُ اُمُّهٗ كُرْهًا وَّوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۗوَحَمْلُهٗ وَفِصٰلُهٗ ثَلٰثُوْنَ شَهْرًا ۗحَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةًۙ قَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَصْلِحْ لِيْ فِيْ ذُرِّيَّتِيْۗ اِنِّيْ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاِنِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa, “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku temasuk orang-orang yang berserah diri.(QS: Al Ahqaf: 15)

bahwa Muhammad ibnu Amr ibnu Usman telah meriwayatkan dan Usman ra, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:

“Seorang hamba yang muslim apabila usianya mencapai empat puluh tahun, Allah meringankan hisabnya; dan apabila usianya mencapai enam puluh tahun, Allah memberinya rezeki Inabah (kembali ke jalan-Nya). Dan apabila usianya mencapai tujuh puluh tahun, penduduk langit menyukainya. Dan apabila usianya mencapai delapan puluh tahun, Allah Swt. menetapkan kebaikan-kebaikannya dan menghapuskan keburukan-keburukannya. Dan apabila usianya mencapai sembilan puluh tahun, Allah mengampuni semua dosanya yang terdahulu dan yang akan datang, dan mengizinkannya untuk memberi syafaat buat ahli baitnya dan dicatatkan (baginya) di langit, bahwa dia adalah tawanan Allah di bumi-Nya”.

Firman Allah:

{إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ}

Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku temasuk orang-orang yang berserah diri. (Al-Ahqaf: 15)

Ini adalah panduan bagi yang sudah berusiah empat puluh tahun untuk memperbaharui taubat dan berserah diri kepada Allah.

Telah diriwayatkan oleh Abu daud di dalam kitab sunan-nya, dari Ibnu Masud ra, bahwa Rasulullah SAW mengajari doa tasyahhud, yaitu:

“اللَّهُمَّ، أَلِّفْ بَيْنِ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سبُل السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجَعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعْمَتِكَ، مُثْنِينَ بِهَا قَابِلِيهَا، وَأَتْمِمْهَا عَلَيْنَا”

Artinya: “Selamatkanlah kami dari kegelapan menuju kepada cahaya, dan jauhkanlah kami dari perbuatan-perbuatan fahisyah, baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi. Dan berkahilah bagi kami pendengaran kami, penglihatan kami hati kami, istri-istri kami dan keturunan kami. Dan terimalah tobat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Dan jadikanlah kami sebagai orang-orang yang mensyukuri nikmat-Mu, selalu memuji dan menerima nikmat itu, dan sempurnakanlah bagi kami nikmat itu”.

Semoga diusia 40 tahun ini Allah SWT meringankan hisabku meperoleh rezeki Inabah (kembali ke jalan-Nya). Mencapai penduduk langit yang menyukaiku.  Beroleh ketetapan kebaikan-kebaikanku dan dihapuskan keburukan-keburukanku. Dan aku bermohon kepadaMu ya Allah, agar  mengampuni semua dosaku yang terdahulu dan yang akan datang, dan mengizinkanku untuk memberi syafaat buat ahli baitku. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda

https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad

https://jabar.inews.id/berita/rahasia-di-balik-usia-40-tahun-dalam-alquran

POTENSI PAD DARI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) DI CALON KECAMATAN TELAGA PUNCAK

Penetapan dan Realisasi PBB-P2 di Calon Kecamatan Telaga Puncak

Calon Kecamatan Telaga Puncak merupakan pemekaran dari Kecamatan Telaga dan Telaga Biru. Desa-Desa yang terletak di Calon Kecamatan Telaga Puncak terdiri atas:

  1. Desa Modelidu Kec. Telaga Biru
  2. Desa Tonala Kec. Telaga Biru
  3. Desa Dulamayo Utara Kec. Telaga Biru
  4. Desa Dulamayo Barat Kec. Telaga
  5. Desa Dulamayo Selatan Kec. Telaga

Penetapan PBB-P2 tahun 2019 di Telaga Puncak sejumlah Rp. 114.127.570.- sementara realisasi penerimaan sampai dengan tanggal 29 Oktober 2019 sejumlah Rp. 100.605.111 atau sebesar 88,15%. Sisa yang belum realisasi sejumlah Rp. 13.522.459.

Desa yang telah lunas PBB-P2 adalah Desa Modelidu Kec. Telaga Biru dan Desa Dulamayo Barat Kec. Telaga. Desa yang masih memiliki sisa penetapan PBB-P2 yang belum terealisasi adalah Desa Tonala, Desa Dulamayo Utara Kec. Telaga Biru dan Desa Dulamayo Selatan Kec. Telaga.

Penetapan dan Realisasi PBB-P2 di Calon Kecamatan Telaga Puncak dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 1: Penetapan dan Realisasi PBB-P2 Calon Kecamatan Telaga Puncak Tahun 2019

penetapan dan realissasi telaga puncak

Ket: Realisasi sd Tanggal 29 Oktober 2019

 

Potensi PBB Kecamatan Telaga Puncak

Luas Wilayah

Wilayah Telaga Puncak sesuai Data Kecamatan Dalam Angka 2019 Badan Pusat Statistik Kab. Gorontalo memiliki luas 180 KM2 atau 180.300.000 M2. Desa Dulamayo Utara merupakan Desa terluas yaitu 63,30 KM2 dan Desa Modelidu adalah desa yang luasannya paling kecil yaitu 20,40 KM2.

Potensi wilayah calon Kecamatan Telaga Puncak dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 2: Potensi Wilayah Calon Kecamatan Telaga Puncak Tahun 2019

potensi wilayah telaga puncak

Sumber: BPS Kab. Gorontalo (2019)

Potensi PBB

Luas bumi/tanah yang telah tercover sebagai Objek Pajak sejumlah 15.924.278 M2 atau hanya sebesar 8,83% dari total luas Wilayah Telaga Puncak. Sehingga masih kurang lebih 91,20% yang masih potensial menjadi objek pajak PBB-P2.

Saat ini objek pajak PBB-P2 di Telaga Puncak berjumlah 2.983 objek pajak (OP). Bangunan yang termasuk dalam objek pajak PBB-P2 sejumlah 189 bangunan atau hanya sebesar 6,34% dari jumlah Objek Pajak. Hal ini menunjukkan bahwa bangunan yang belum termasuk objek pajak PBB-P2 masih sangat kurang sehingga perlu dilakukan pendataan untuk meningkatkan potensi penerimaan PBB-P2 di Telaga Puncak.

Potensi Penerimaan PBB-P2 di Telaga Puncak dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 2: Potensi PBB Calon Kecamatan Telaga Puncak

potensi-pbb-telaga-puncak.png

Sumber : Badan Keuangan Kab. Gorontalo 2019 (diolah)

Kesimpulan

Sesuai data yang  diuraikan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Luas bumi/tanah yang telah tercover sebagai Objek Pajak PBB-P2 hanya sebesar 8,83% dari total luas Wilayah Telaga Puncak.
  2. Bangunan yang termasuk dalam objek pajak PBB-P2 sejumlah 189 bangunan atau hanya sebesar 6,34% dari jumlah Objek Pajak

Saran

Sesuai kesimpulan, maka disarankan hal-hal sebagai berikut:

  1. Melakukan Kegiatan Pemutakhiran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di wilayah Telaga Puncak.
  2. Melakukan kegiatan pendaftaran dan pendataan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di wilayah Telaga Puncak

 

WhatsApp Image 2019-10-31 at 12.08.34

Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Asli Desa Dari Kawasan Wisata Yang Dikelola Pemerintah Desa


KAWASAN PANTAI RATU DESA TENILO KECAMATAN TILAMUTA KABUPATEN BOALEMO
(Pendapatan Asli Desa dan Pendapatan Asli Daerah Dari Kawasan Wisata Yang Dikelola Pemerintah Desa)
Kawasan Pantai Ratu Di Boalemo
Pantai yang terletak di Desa Tenilo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo ini sangat menakjubkan. Selain memancarkan keindahan laut terbuka luas, juga pantainya memiliki garis pantai yang panjang dilengkapi pasir putih mengelilingi kawasan pariwisata Pantai Ratu (https://www.google.com/amp/s/hargo.co.id/berita/pantai-ratu-destinasi-terbaru-yang-dikembangkan-lewat-dana-desa.html/amp).
Melihat potensi pantai ratu yang menjanjikan, Pemerintah Desa Tenilo Kecamatan Tilamuta mengembangkan kawasan ini menjadi destinasi wisata yang sangat menarik. Pemerintah Desa membangun sarana dan prasarana penunjang agar wisatawan yang berkunjung merasa nyaman serta menikmati keindahan pantai ratu. Pembangunan fasilitas ini anggarannya bersumber dari dana desa dan didukung oleh Pemerintah Daerah.
Saat ini, kawasan pantai ratu menjadi salah satu sumber pendapatan asli desa. Kawasan Wisata ini dikelola oleh BUMDES Karya Bersama berdasarkan Peraturan Desa Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Wisata Desa dan Penyewaan Aset. Berikut pungutan-pungutan di Kawasan Pantai Ratu:
Masuk : Anak-Anak 2000/orang, Dewasa 5000/orang
Parkir : Roda 4 @5000, Roda 2 @ 3000
Cottage : Sewa @250000/12 Jam
Kamar mandi: 3000/orang
selain fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah Desa, di kawasan ini juga terdapat warung yang menyediakan makanan dan minuman yang sangat terjangkau harganya.
Adanya Kawasan Wisata Pantai Ratu, selain menambah destinasi wisata di Gorontalo juga berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Desa dan juga Pendapatan Asli Daerah.
Pendapatan Asli Desa (PADesa)
Pendapatan Asli Desa adalah pendapatan yang berasal dari kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan skala lokal Desa. Yang dimaksud dengan “hasil usaha” termasuk juga termasuk hasil BUM Desa dan tanah bengkok.
Pendapatan Desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa.
Kelompok PADesa terdiri atas jenis:
1) Hasil Usaha, misalnya hasil BUM Desa, tanah kas desa.
Sumber pendapatan lain yang dapat diusahakan oleh desa berasal dari Badan Usaha Milik Desa, pengelolaan pasar desa, pengelolaan kawasan wisata skala desa, pengelolaan tambang mineral bukan logam dan tambang batuan dengan tidak menggunakan alat berat, serta sumber lainnya dan tidak untuk dijualbelikan.
2) Hasil Aset, misalnya tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum dan jaringan irigasi.
3) Swadaya, Partisipasi dan Gotong Royong misalnya adalah membangun dengan kekuatan sendiri yang melibatkan peran serta masyarakat berupa tenaga dan barang yang dinilai dengan uang.
4) Lain-lain Pendapatan Asli Desa, antara lain hasil pungutan desa.
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004).
Sumber Pendapatan Asli Daerah
a) Pajak Daerah
a. Hasil Pajak Daerah;
Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
b) Hasil Retribusi Daerah;
Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
c) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

Ayo Kembangkan Potensi Desa…