NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP)
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
(PBB-P2)
Oleh : Zulkifli
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sejak tanggal 1 Januari 2014 pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) mulai dikelola oleh pemerintah daerah. Namun dalam pelaksanaannya, pengelolaan PBB-P2 masih menghadapi berbagai permasalahan antara lain belum optimalnya penetapan dan penerimaan PBB-2 . Belum optimalnya penetapan dan penerimaan ini disebabkan oleh beberapa hal yang salah satunya adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai dasar penetapan PBB-P2. NJOP yang menjadi dasar penetapan PBB-P2 oleh pemerintah daerah adalah NJOP yang masih menjadi dasar penetapan PBB-P2 ketika masih dikelola oleh pemerintah pusat dan belum disesuaikan dengan perkembangan properti diwilayah pemerintah daerah saai ini.
NJOP bukan hanya sebagai dasar penetapan PBB-P2 terhutang, akan tetapi juga digunakan untuk banyak kepentingan seperti: dasar perhitungan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan dasar ganti rugi dalam rangka pembebasan tanah. Oleh karena itu, nilai NJOP dalam setiap penerbitan SPPT harus ditentukan dengan benar, baik letak bidang objek pajak serta nilai NJOPnya.
NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek pajak lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti (pasal 1 ayat (40) UU PDRD).
Heru Supriyanto (2010) NJOP memiliki unsur :
- Harga rata-rata transaksi jual beli, bukan harga penawaran. Akan tetapi, mengingat sulitnya memperoleh harga jual beli yang jujur (nyata), maka ada kecenderungan untuk menggunakan harga penawaran dengan terlebih dahulu melekukan penyesuaian harga penawaran.
- Jual beli yang terjadi secara wajar
Kata “wajar” tidak pernah didefinisikan dalam undang-undang atau peraturan lainnya. Definisi wajar dapat ditemukan dalam disiplin ilmu penilaian properti (valuation/appraisal ) tepatnya dalam Standar Penilaian Indonesia (SPI). Disebut wajar jika:
SPI 0.5.39.6 “ … antara pembeli yang berminat membeli ….” mengarah pada seseorang yang memiliki motivasi, tetapi tidak dipaksa untuk membeli. Pembeli tersebut tidak sangat ingin membeli atau bersedia membeli dengan harga berapapun. Pembeli dimaksud juga membeli sesuai dengan keadaan pasar yang berlaku, dan dengan harapan pasar saat ini, serta bukan pasar imajinasi atau hipotesis yang tidak dapat diharapkan terjadi. Pembeli dimaksud diasumsikan tidak akan membeli di atas harga pasar.
SPI 0.5.39.7 “ … penjual yang berminat menjual … “ adalah penjual yang tidak terlalu berminat atau tidak terpaksa menjual pada sembarang harga ataupun tidak bertahan pada tingkat harga yang dianggap tidak layak dalam kondisi pasar. Penjual berkeinginan untuk menjual asetnya pada kondisi pasar dan pada tingkat harga terbaik yang mungkin dicapai di pasar terbuka, setelah melakukan upaya pemasaran yang layak, berapapun harga yang dapat dicapai.
SPI 0.5.39.8 “ … dalam transaksi bebas ikatan … “ adalah transaksi antara pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan tertentu atau hubungan istimewa (misalnya induk perusahaan dengan anak perusahaan atau pemilik bangunan dengan penyewa) yang dapat membentuk tingkat harga yang bukan sebenarnya dipasar atau menaikkan harga akibat adanya unsur nilai khusus. Transaksi dianggap terjadi antara pihak-pihak yang tidak berkepentingan dan masing-masing bertindak independen.
SPI 0.5.39.9 “ … yang penawarannya dilakukan secara layak … “ berarti asset akan ditawarkan ke pasar dalam cara yang layak agar penjualannya dapat terjadi pada tingkat harga terbaik yang dapat diperoleh secara wajar sesuai dengan nilai pasar. Jangka waktu penawaran property dapat bervariasi sesuai dengan kondisi pasar, tetapi harus cukup waktu sehingga asset dapat menarik perhatian pada pembeli potensial dalam jumlah yang cukup.
SPI 0.5.39.10 “ … dimana kedua pihak masing-masing mengetahui dan bertindak hati-hati … “ menganggap bahwa pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berminat menjual masing-masing memiliki informasi yang cukup atas keadaan dan karakteristik asset, untuk penggunaan yang ada dan potensialnya, serta keadaan pasar. Masing-masing bertindak untuk kepentingannya sendiri dengan pengetahuan yang dimilikinya, dan secara hati-hati menentukan harga terbaik untuk posisinya masing-masing. Prinsip kehati-hatian menentukan ditunjukkan dengan menganalisis keadaan pasar pada dan bukan keuntungan atau ramalan sesudahnya. Seorang penjual yang menjual propertinya pada tingkat harga di bawah harga pasar tidak berarti dapat dikatakan tidak bijaksana apabila tingkat harga pasar pada saat itu memang dalam kondisi menurun. Dalam kondisi demikian, sebagaimana dalam situasi pembelian dan penjualan lainnya yang terjadi dalam kondisi pasar dengan tingkat harga yang berfluktuasi, pembeli atau penjual yang berhati-hati akan selalu bertindak sesuai dengan harga pasar terbaik yang tersedia saat itu.
SPI 0.5.39.11 “ … dan tanpa paksaan …” menyatakan bahwa setiap pihak terdorong untuk melakukan transaksi, tetapi juga tidak ada paksaan untuk menyetujuinya.
- Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis (Market Data Approach/Sales Comparasion Aproach/Pendekatan Perbandingan Data Pasar), adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya. Metode ini dipergunakan untuk menentukan NJOP Bumi (tanah kosong).
- Nilai perolehan baru (Cost Aproach/Pendekatan Kalkulasi Biaya), adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan NJOP bangunan, baik bangunan modern, kuno(candi dan lain-lain), tanaman perkebunan, hutan tanaman industri.
- Nilai jual objek pajak pengganti (Income Approach/Pendekatan Pendapatan), adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut. Metode ini dipergunakan untuk menentukan NJOP bumi areal produktif untuk pertambangan, areal penangkapan ikan dilaut, dan lain-lain. Dan metoda ini digunakan manakala tidak terdapat rata-rata harga jual beli, tidak dapat dilakukan perbandingan harga, ataupun tidak bias dihitung berapa biaya membangunnya.
Besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB-P2 ditetapkan oleh Kepala Daerah setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.
Darwin (2013) sesuai dengan penjelasan Pasal 79 ayat (1) UU PDRD, penetapan NJOP dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu :
- Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, yaitu suatu pendekatan/ metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan data pasar atau pendekatan perbandingan harga baru.
- Nilai perolehan baru, yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan kemudian dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan biaya.
- Nilai jual pengganti, yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan hasil produksi objek tersebut. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan pendapatan.
Proses terbentuknya NJOP tidak semata-mata ditetapkan oleh Kepala Daerah, akan tetapi melibatkan juga partisipasi masyarakat. Berikut adalah gambaran dari Siklus NJOP :
(Siklus NJOP :Heru Supriyanto : 2010)
Denah diatas dapat dijelaskan sebagai berikut, penjual dan pembeli sepakat dengan harga jual properti. Kemudian penjual dan pembeli membuat akta jual beli di PPAT notaris/PPATS Camat. Setiap bulannya PPAT notaris/PPATS Camat diwajibkan untuk melaporkan setiap transaksi kepada DPPAKD/DISPENDA. Oleh DPPKAD/DISPENDA data harga properti akan dijadikan NJOP, yang kemudian disampaikan ke masyarakat dalam bentuk SPPT. Seiring perkembangan waktu, nilai properti di daerah tersebut akan mengalami kenaikan, yang tentunya akan dijadikan dasar oleh penjual dan pembeli untuk menentukan harga transaksi jual beli properti.
Daftar Pustaka
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Darwin, Drs, MBP. Panduan Praktis Pengelolaan PBB P2. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013.
Heru Supriyanto, BEM, M.Si. Cara Menghitung PBB, BPHTB, dan Bea Materai Edisi Kedua. Jakarta: Indeks, 2010.