KEWAJIBAN ZAKAT DAN KEWAJIBAN PAJAK DALAM PANDANGAN ISLAM

Kewajiban Zakat

Zakat merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat Islam. Firman Allah SWT dalam Al-Quran sebagai perintah melaksanakan zakat adalah sebagai berikut:

“Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat, dan berikan pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik” (Al-Muzzammil, ayat 20)

“Dan dirikannlah salat tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku” (Al-Baqarah, ayat 43)

“Dan dirikanlah salat serta tunaikanlah zakat” (An-Nisa, ayat 77)

“Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasul” (An-Nur, ayat 56)

Adapun hadis-hadis yang berkenaan dengan kewajiban mengeluarkan zakat antara lain pada sabda Rasulullah SAW berikut ini:

“Islam itu ditegakkan diatas lima dasar yaitu: Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad itu utusan Allah, mendirikan salat lima waktu, menunaikan zakat, mengerjakan haji dan berpuasa dibulan Ramadhan” (Muttafaq’Alaihi)

“Dari Abu Hurairah: Telah bersabda Rasulullan SAW, seseorang yang menyimpannya dan tidak dikeluarkan zakatnya, maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka jahanam, baginya dibuatkan setrika dari api, kemudian disetrikakan kepada punggung dan dahinya” (HR Ahmad dan Muslim)

“Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah SAW telah mewajibkan mengeluarkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dan memberi makan orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum melaksanakan shalat Id, maka zakat fitrahnya diterima. Dan barang siapa menunaikannya  setelah shalat Id, maka zakat fitrahnya (dianggap) sebagai shadaqah biasa” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Pengertian Zakat

Zakat menurut istilah adalah ukuran harta tertentu yang diberikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat. Pengertian zakat menurut syara’ menurut Al-Mawardi dalam kitab Al-Hawi menjelaskan bahwa Zakat adalah nama atau sebutan bagi pengambilan sesuatu dari harta tertentu, menurut sifat-sifat tertentu, untuk diberikan kepada golongan orang-orang tertentu. Asy-Syaukani dalam kitab Naitul Authar menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan zakat ialah memberikan suatu bagian dari harta yang telah sampai nisabnya kepada orang faqir dan lain-lainnya, tanpa ada halangan syar’i yang menghalangi kita untuk menunaikannya.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian zakat menurut syara’ ialah pemberian sesuatu yang wajib diberikan dari sekumpulan harta tertentu, menurut sifat-sifat dan ukuran tertentu kepada golongan orang tertentu yang berhak menerimanya. secara singkat zakat adalah kadar harta tertentu yang wajib diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu.

Tujuan Zakat

Tujuan zakat dapat ditinjau dari berbagai aspek berikut ini:

  1. Hubungan Manusia dengan Allah SWT: Zakat sebagai salah satu wujud atau bentuk ibadah kepada Allah SWT sama halnya dengan bentuk-bentuk ibadah lainnya berfungsi mendekatkan diri kepada Allah SWT. Semakin patuh dan taat seseorang menjalankan perintah dan meninggalkan larangan Allah, maka ia semakin dekat dengan Allah. Nabi Muhammad SAW pernah menyatakan bahwa Allah SWT senantiasa akan menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu suka menolong sesamanya. “Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu suka menolong saudaranya” (HR Muslim)
  2. Hubungan Manusia Dengan Dirinya: Zakat merupakan salah satu cara memberantas pandangan hidup materialistis (menjadikan materi sebagai tujuan hidup). Dengan melaksanakan zakat, manusia dididik untuk melepaskan sebgian harta yang dimilikinya untuk kepentingan pihak lain yang memerlukannya. Dengan demikian zakat mempunyai peranan menjaga manusia dari kerusakan jiwa. Zakat membawa kesucian jiwa bagi orang yang secara ikhlas melaksanakannya dari sifat kikir, rakus, tamak dan sebagainya. Zakat berfungsi menyucikan jiwa para pemilik harta.
  3. Hubungan Manusia Dengan Masyarakat: Dalam kehidupan bermasyarakat selalu terjadi perbedaan tingkat ekonomi yang menimbulkan adanya golongan ekonomi lemah dan golongan ekonomi yang kuat.  Pada keadaan ekonomi yang lebih mencolok terdapat golongan fakir miskin dan golongan kaya.  Perbedaan ini sering menyebabkan rasa iri dan dengki yang miskin terhadap yang kaya dan rasa memandang rendah atau kurang menghargai dari yang kaya terhadap yang miskin. Zakat dapat berperan untuk mengurangi perbedaan ekonomi antara yang kaya dan yang miskin. Dalam sebagian harta yang berikan dalam bentuk zakat oleh golongan kaya dan diberikan kepada golongan miskin maka yang miskin akan dapat memperbaiki keadaan ekonominya. Berkurangnya perbedaan ekonomi antara golongan ekonomi lemah/fakir miskin dan golongan ekonomi kuat/kaya dengan pelaksanaan zakat akan menjadikan hubungan pergaulan antara mereka dalam kehidupan masyarakat akan bertambah baik. Hal ini terjadi karena tumbuhnya rasa persaudaraan dan saling membantu.
  4. Hubungan Manusia Dengan Harta Benda: Islam mengajarkan kepada manusia bahwa harta kekayaan itu bukanlah hak milik mutlak dari orang yang memilikinya, tetapi merupakan amanat Allah SWT yang dititipkan kepada manusia untuk dipelihara, dikembangkan, serta diambil manfaatnya baik oleh yang memilikinya maupun oleh masyarakat secara luas. Menurut ajaran Islam, harta kekayaan itu disamping berfungsi untuk memenuhi kepentingan pribadi dan keluarga, juga memiliki fungsi social untuk kepentingan agama.  Hak milik mutlak hanya berada ditangan Allah. Zakat merupakan sarana pendidikan bagi manusia bahwa harta atau materi itu bukan tujuan hidup dan bahkan hak mutlak dari orang yang meilikinya, tetapi merupakan titipan Allah yang harus dipergunakan sebagai alat untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT. Harta yang dimiliki manusia apabila dilihat dari cara memperolehnya secara halal maka ada kemungkinan harta kekayaannya tersebut seluruhnya halal. Tetapi ada kemungkinan bercampur dengan yang haram, yaitu harta yang bukan miliknya. Selama dapat diketahui dan dapat dipisahkan mana yang halal dan haram, maka harta yang haram dapat langsung dapat diberikan kepada yang berhak. Apabila tidak diketahui dengan jelas dan memang secara tidak disadari melakukannya, maka zakat akan membantu membersihkan harta itu dari kemungkinan tercampurnya yang halal dengan yang haram.

Jenis Zakat Dan Hukumnya

Zakat secara garis besarnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

  • Zakat harta (mal), seperti: zakat emas, perak, binatang ternak, hasil tumbuh-tumbuhan baik berupa buah-buahan maupun biji-bijian, dan harta peninggalan.
  • Zakat jiwa (zakat nafs), yang dalam masyarakat kita kenal dengan zakat fitrah (zakatul fitri), yaitu zakat yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim di bulan Ramadhan pada hari menjelang Idul Fitri.

Harta Yang Wajib Dizakatkan

Allah SWT mengatur bahwa pemberian zakat tidak meliputi seluruh harta yang dimiliki, hanya harta yang menurut-Nya perlu dizakatkan. Harta itu meliputi:

  1. Binatang Ternak

Binatang ternak yang harus dikeluarkan zakatnya adalah unta, sapi/kerbau dan kambing/biri-biri. Syarat wajib mengeluarkan zakat binatang ternak:

  1. Islam;
  2. Merdeka;
  3. Pemilikan yang penuh. Pemilikan harta yang tidak penuh, tidak mewajibkan zakat. Seperti harta yang dicuri, ada hak orang lain, dirampas orang, atau dititipkan pada orang yang tidak mengaku dititipi;
  4. Sudah mencapai nisab (batas minimal zakat);
  5. Haul (pemilikan sudah setahun);
  6. Digembalakan/diberi makan tanpa menggunakan biaya. Binatang yang diurus dan diberi makan dengan meyedot biaya, tidak wajib dizakatkan. Tetapi kalau biaya pemberian makanan ternak itu sangat minim, ternak itu wajib dizakatkan.

Perhitungan Zakat Binatang Ternak

perhitngan zakat binatang ternak

  1. Emas Dan Perak

Barang tambang selain emas dan perak tidak wajib dizakatkan. Syarat wajib zakat atas pemilik emas dan perak adalah:

  1. Islam
  2. Merdeka
  3. Pemilikan yang penuh
  4. Mencapai nisab
  5. Sampai satu tahun disimpan

Perhitungan Zakat Emas Dan Perak:

perhitungan zakat emas dan perak

  1. Bahan Makanan Pokok dan Buah-buahan

Bahan makanan pokok dan buah-buahan tersebut seperti beras, jagung, gandum, ‘adas dan kurma. Waktu mengeluarkan zakat adalah pada hari memanennya. Syarat wajib zakat bahan makanan pokok adalah sebagai berikut:

  1. Islam
  2. Merdeka
  3. Milik penuh
  4. Mencapai nisab
  5. Bahan makanan ditanam oleh manusia
  6. Bahan makanan mengeyangkan dan tahan disimpan lama.

Perhitungan Zakat Bahan Makanan:

Nisab bahan makanan yang mengeyangkan dan buah-buahan tertentu adalah 300 sha’ (±930 liter) bersih dari kulitnya. Rasulullah SAW bersabda:

“Biji dan buah-buahan tidak wajib zakat sebelum mencapai lima wasaq” (HR. Muslim)

1 wasaq= 60 sha’

5 wasaq= 5 x 60 = 300 sha’

1 sha = 3,1 liter

300 sha’ = 300 x 3,1 = 930 liter (mencapai nisab)

Zakatnya: kalau yang disiram dengan tanpa biaya, seperti dengan air sungai atau air hujan, zakatnya 10%. Jika tanaman disiram dengan menggunakan biaya, seperti menggunakan pompa air, kincir dan sebagainya, maka zakatnya sebesar 5%.

  1. Benda Perniagaan

Yang dimaksudkan benda perniagaan (komoditi) adalah seperti tekstil, besi-besian, perkakas rumah selain emas dan perak, buah cengkih dan sebagianya. Syarat wajib zakat benda perniagaan seperti tersebut pada zakat emas dan perak.

Perhitungan Zakat Benda Perniagaan

Nisab zakat harta perniagaan mengikuti pokoknya. Jika pokok (modal) adalah emas, maka nisabnya seperti emas. Dan bila pokoknya harga perak, nisab zakatnya mengikuti nisab zakat perak.

  1. Harta Terpendam (karun)

Harta terpendam dalam bahasa arab disebut rikaz dan ma’din. Maknanya ialah harta yang ditemukan didalam tanah, baik secara alamiah maupun harta yang disimpan orang-orang kafir jahiliah. Syarat wajibnya hampir sama dengan emas dan perak, hanya tidak perlu haul (masa setahun).

Perhitungan Zakat Harta Terpendam

Nisabnya menurut Imam Syafii harus mencapai nisab seperti emas dan perak. 3 imam lainnya tidak perlu memenuhi syarat.

Zakatnya:

Imam Syafii : 2,5% sama seperti emas dan perak.

Imam Malik dan Hanafi: 20% (1/5)

Rasulullah SAW bersabda “ Zakat harta terpendam adalah seperlima” (HR Bukhari-Muslim)

Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah zakat badan, menyucikan badan. Wajib atas setiap orang Islam, tua maupun muda yang hidup dibulan Ramadhan dan dibulan Syawal, dan mempunyai sisa kebutuhan dari malam dan hari lebaran. Zakat fitrah merupakan zakat yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, besar ataupun kecil, tua ataupun muda, kaya atau miskin dibualn Ramadhan sampai menjelang shalat Idul Fitri.

Hukum mengeluarkan zakat fitrah adalah wajib. Zakat fitrah berfungsi mengembalikan manusia kepada fitrahnya, artinya menyucikan diri manusia dari kekotoran-kekotoran yang diakibatkan oleh pergaulan dan lingkungan sehingga manusia jauh dari fitrahnya semula. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW berikut :

“Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah (yang fungsinya) untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkataan atau perbuatan yang keji dan kotor dan untuk menjadi makanan bagi orang-orang miskin. Barang siapa yang menuanikan zakat fitrah itu sebelum shalat Idul Fitri, maka ia diterima sebagai zakat, dan barang siapa menunaikannya sesudah shalat Idul Fitri, maka ia hanya diterima sebagai shadaqah biasa” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Zakat Fitrah wajib dikeluarkan oleh setiap orang Islam untuk dirinya sendiri dan untuk orang yang wajib dinafkahinya seperti isterinya, anak-anaknya yang masih menjadi tanggungannya, dan orang yang wajib diberi nafkah olehnya. Adapun yang diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah itu adalah orang yang memiliki kelebihan harta dari keperluan makanan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang yang wajib dinafkahinya, pada malam hari raya Idul Fitri dan siang harinya.

Waktu Membayar Zakat Fitrah

  1. Waktu Mubah: yaitu dari awal bulan Ramadhan sampai hari terakhir.
  2. Waktu Wajib : waktu terbenam matahari malam lebaran.
  3. Waktu Afdol : setelah shalat subuh hari lebaran, sebelum shalat sunat hari raya Idul Fitri.

Perhitungan Zakat Fitrah

Besarnya zakat fitrah yang harus dikeluarkan perjiwa adalah sebanyak 1 sha’ (3,1 liter) berupa makanan yang mengeyangkan seperti beras, jagung, gandum, dan lain-lain menurut keadaan setempat, atau berupa uang seharga makanan pokok yang akan dikeluarkan sebagai zakat fitrah.

Mustahiq Zakat

Mustahiq Zakat (yang berhak menerima dan memanfaatkan zakat), hanyalah orang-orang yang ditentukan Allah SWT. Yaitu delapan golongan sebagai berikut:

  1. Fakir : orang yang tidak mempunyai harta dan tidak pula mempunyai usaha (mata pencaharian).
  2. Miskin : orang yang mempunyai hasil/usaha, tetapi tidak mencukupi kebutuhan hidupnya, baru setengahnya atau lebih.
  3. Amil : orang atau anggota panitia zakat.
  4. Muallaf : orang yang baru masuk Islam, perlu dibina keimanannya.
  5. Mukatab : budak yang membebaskan dirinya dengan cara mengangsur
  6. Orang berhutang :  ada tiag macam orang berhutang yang berhak menerima dan memanfaatkan zakat. Yaitu:
    1. Orang yang berutang bekas biaya mendamaikan dua orang yang berselisih.
    2. Orang yang berutang untuk kepentingan hidup sendiri yang mubah.
    3. Orang yang berhutang karena menjamin utang orang lain.
  7. Pejuang di Jalan Allah : orang yang berjuang membela agama Allah, seperti berperang tanpa gaji tetap. Demikian juga orang yang berjuang dalam rangka menujunjung tinggi agama Allah, seperti mencari ilmu, mengelola yayasan ke-Islaman dan sebagainya.
  8. Musafir : orang yang terputus diperjalanan, seperti kehabisan ongkos dengan bermacam-macam sebab sehingga membutuhkan bantuan keuangan untuk bisa meneruskan perjalanan (pulang) ke kampong halamannya.

Kewajiban Pajak

Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama Al-Usyr atau Al-Maks, atau bisa juga disebut Adh-Dharibah, yang berarti adalah “ pungutan yang ditarik dari rakyat oleh penarik pajak”. Suatu ketika bisa disebut Al-Kharaj, akan tetapi Al-Kharaj biasa digunakan untuk pungutan-pungutan yang berkaitan dengan tanah secara khusus.

Perbedaan Zakat dan Pajak

Perbedaan yang sangat jelas antara zakat dan pajak diantaranya:

  1. Zakat adalah memberikan sebagian harta menurut kadar yang ditentukan oleh Allah SWT bagi orang yang mempunyai kelebihan harta yang telah sampai nisabnya, sedangkan pajak tidak ada kekuatan yang jelas kecuali ditentukan oleh penguasa di suatu tempat.
  2. Zakat berlaku bagi kaum muslimin saja, hal ini lantaran zakat berfungsi untuk mensucikan harta atau diri pelakunya. Sedangkan pajak pada zaman Rasulullah SAW berlaku pada orang-orang kafir yang tinggal di kekuasaan kaum muslimin.
  3. Rasulullah SAW mengahpuskan skema penarikan persepuluh dari harta manusia yang biasa ditarik oleh kaum jahiliyah yang kita kenal saat ini sebagai retribusi atau pajak. Sedangkan zakat tidak dapat diperlakukan sama dengan pajak karena zakat termasuk bagian dari harta yang wajib ditarik oleh imam sebagai pemimpin dan dikembalikan kepada orang yang berhak.
  4. Zakat adalah bentuk syari’at yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sedangkan pajak merupakan sunnahnya orang-orang jahiliyah yang asal usulnya biasa dipungut oleh para raja Arab atau non Arab dan diantara kebiasaan mereka adalah menarik sepersepuluh dari barang dagangan manusia yang melalui/melewati daerah kekuasaanya.

Syarat Pajak Dalam Sejarah Fiqih Islam

Pajak yang diakui dalam sejarah fiqih Islam dan sistem yang dibenarkan harus memenuhi syarat, yaitu:

  1. Apabila penerimaan tersebut betul-betul dibutuhkan dan mendesak, sementara tidak ditemukan adanya sumber lain. Pajak itu boleh dipungut apabila Negara memang benar-benar membutuhkan dana, sedangkan sumber lain tidak diperoleh.
  2. Pemungutan Pajak yang adil. Apabila pajak itu benar-benar dibutuhkan dan tidak ada sumber lain yang memadai, maka pemungutan pajak bukan saja boleh, tapi wajib dengan syarat. Pembebanan pajak harus adil dan tidak memberatkan. Jangan sampai menimbulkan keluhan dari masyarakat. Keadilan dalam pemungutan pajak didasarkan kepada pertimbangan ekonomi, sosial, dan kebutuhan yang diperlukan rakyat dan pembangunan.
  3. Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentinagn umat, bukan untuk maksiat dan hawa nafsu. Hasil pajak harus digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan kelompok, bukan untuk pemuas hawa nafsu para penguasa, kepentingan pribadi, kemewahan keluarga pejabat dan orang-orang dekatnya. Karena itu, Al-Quran memperhatikan sasaran zakat secara terinci, jangan sampai menjadi permainan hawa nafsu.
  4. Persetujuan para ahli/cendekiawan yang berahlak. Para penguasa yaitu kepala Negara, gubernur, bupati dan walikota dalam pemerintahan di daerah tidak boleh bertindak sendiri untuk mewajibkan pajak, menentukan besarnya, kecuali setelah dimusyawarahkan dan mendapat persetujuan dari para ahli dan cendekiawan dalam masyarakat serta wakil rakyat.

Referensi

Ali Hassan dan Syafii, 1996, Pendidikan Pengamalan Ibadah, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka

Hasanuddin, 1996, Dalil dan Hikmah Zakat, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka

Widi Widodo dkk, 2010, Moralitas, Budaya dan Kepatuhan Pajak, Penerbit Alfabeta, Bandung

PARKIR YANG DIKENAKAN RETRIBUSI DAERAH  DAN PAJAK DAERAH

parkir

Pengertian Parkir

Yang dimaksud dengan Parkir menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah keadaan Kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.

Menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara.

Parkir Yang Dikenakan Retribusi Daerah

Parkir yang dikenakan Retribusi Daerah adalah parkir yang dilakukan pada tempat-tempat berikut ini:

  • Parkir ditepi jalan umum yang disediakan oleh daerah.

Retribusi Yang Dikenakan terhadap Parkir ditepi jalan umum yang disediakan oleh daerah adalah Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum. Retribusi Pelayanan Parkir di tepi jalan umum adalah pungutan atas pelayanan parkir ditepi jalan umum yang disediakan oleh daerah.

Objek Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Subjek Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum. Wajib Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum.

Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum adalah salah satu jenis Retribusi Jasa Umum. Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Subjek Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Wajib Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Jasa Umum.

  • Parkir di lingkungan terminal yang dimiliki dan/atau dikelola oleh daerah.

Retribusi yang dikenakan terhadap Parkir di lingkungan terminal adalah Retribusi Terminal.

Parkir di lingkungan terminal dikenakan retribusi terminal karena retribusi terminal adalah pungutan atas pemakaian tempat pelayanan penyediaan parkir untuk kendaraan penjumpang dan bis umum, tempat kegiatan usaha,dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang dimiliki dan/atau dikelola oleh daerah, tidak termasuk pelayanan peron.

Objek Retribusi Terminal adalah pungutan atas pemakaian tempat pelayanan penyediaan parkir untuk kendaraan penjumpang dan bis umum, tempat kegiatan usaha,dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Dikecualikan dari objek Retribusi Terminal adalah terminal yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Pusat, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Subjek Retribusi Terminal adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha terminal. Wajib Retribusi Terminal adalah orang pribadi/Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Terminal.

  • Parkir ditempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh daerah.

Retribusi yang dikenakan terhadap parkir ditempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh daerah adalah Retribusi Tempat Khusus Parkir.

Retribusi tempat khusus parkir adalah pungutan atas pemakaian tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh BUMD dan Swasta.

Objek Retribusi Tempat Khusus Parkir adalah pelayanan tempat khusus parkir yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Dikecualikan dari objek Retribusi Tempat Khusus Parkir adalah pelayanan tempat parkir yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah Pusat, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Subjek Retribusi Tempat Khusus Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha Tempat Khusus Parkir. Wajib Retribusi Tempat Khusus Parkir  adalah orang pribadi/Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Tempat Khusus Parkir.

Retribusi Terminal dan Retribusi Tempat Khusus Parkir merupakan jenis Retribusi Jasa Usaha. Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersil yang meliputi:

  1. Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal;dan/atau
  2. Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.

Subjek Retribusi Jasa Usaha adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Wajib Retribusi Jasa Usaha adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Jasa Usaha.

Parkir Yang Dikenakan Pajak Daerah

Parkir yang dikenakan Pajak Daerah adalah parkir pada tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan oleh penyelenggara berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

Pajak Parkir adalah adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor

Tidak termasuk objek Pajak Parkir adalah:

  1. Penyelenggaraan tempat parkir oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
  2. Penyelenggaraan tempat parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri.
  3. Penyelenggaraan tempat parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan Negara asing dengan asas timbal balik.dan
  4. Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan Pemerintah Daerah.

Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor. Wajib Pajak Parkir adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan tempat parkir.

Dasar pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir. Dasar pengenaan Pajak Parkir dapat ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Jumlah yang seharusnya dibayar termasuk potongan harga Parkir dan Parkir Cuma-Cuma yang diberikan kepada penerima jasa Parkir. Sewa/tarif parkir sebagai dasar pengenaan Pajak Parkir yang dikelola secara monopoli dapat diatur dengan Peraturan Daerah.

Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen). Tarif Pajak Parkir ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Besaran pokok Pajak Parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Pajak Parkir yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Parkir berlokasi.

Kesimpulan

Parkir yang dikenakan Retribusi Daerah adalah jika Orang pribadi atau Badan menggunakan/menikmati pelayanan jasa parkir di tepi jalan, terminal atau tempat khusus parkir yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.

Parkir yang dikenakan Pajak Daerah adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor pada orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan tempat parkir.

Referensi

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

 

 

CONTOH ANALISIS KUALITAS NJOP PBB-P2 DENGAN ASSESSMENT SALES RATIO (ASR)

Besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB-P2 ditetapkan oleh Kepala Daerah setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.  Darwin (2013) sesuai dengan penjelasan Pasal 79 ayat (1) UU PDRD,  penetapan NJOP dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu :

  1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, yaitu suatu pendekatan/ metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan data pasar atau pendekatan perbandingan harga baru.
  2. Nilai perolehan baru, yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan kemudian dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan biaya.
  3. Nilai jual pengganti, yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan hasil produksi objek tersebut. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan pendapatan.

Meskipun NJOP hanya sebagai dasar penetapan PBB-P2 terhutang, akan tetapi juga digunakan untuk banyak kepentingan seperti: dasar perhitungan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan dasar ganti rugi dalam rangka pembebasan tanah. Oleh karena itu, nilai NJOP dalam setiap penerbitan SPPT harus ditentukan dengan benar, baik letak bidang objek pajak serta nilai NJOPnya dan metode penetapannya. Heru Supriyanto (2011:146) setelah subjek property atau objek pajak dilakukan penilaian, kemudian diterbitkan laporan penilaian yang didalamnya mencantumkan NJOP PBB, langkah berikutnya adalah melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap NJOP tersebut dengan menggunkan assessment sales ratio (ASR), yaitu membandingkan NJOP bumi dengan nilai pasar. NJOP yang diharapkan memiliki multifungsi harus selalu diuji kualitasnya dalam rangka meningkatkan akurasi dan kinerja PBB serta mengukur potensi penerimaan.

The International Association of Assessing Officers (IAAO) merekomendasikan bahwa tingkat assessment sales ratio yang baik adalah berada pada 10% dari tingkat rasio yang diinginkan, yaitu 90% sampai dengan 110% (Supriyanto, 2011;148). Berdasarkan Surat Edaran Nomor : SE-01/PJ.6/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Analisis ASR  dianjurkan untuk dilaksanakan pada wilayah sebagai berikut:

  1. Yang mempunyai tingkat pembangunan atau pertumbuhan yang tinggi (perkotaan).
  2. Perbatasan, dalam rangka menjaga tingkat keseimbangan NJOP antar wilayah.
  3. Di mana terdapat indikasi adanya data pasar (penawaran atau penjualan) yang mencukupi.
  4. Sudah tiga tahun atau lebih belum dilakukan revaluasi.

Sesuai dengan surat edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-14/PJ/2012 tentang Monografi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, mengukur nilai ASR per kecamatan yaitu menghitung rata-rata tertimbang dari total NJOP dibandingkan dengan total nilai pasar dalam satuan wilayah kecamatan, dengan rumusan :

rumus asr

tabel keterangan asr

Berikut contoh tabel hasil analisis Assesment Sales Ratio (ASR) NJOP PBB-P2

Hasil Analisis ASR Kabupaten Gorontalo pada tahun 2016.

asr Kab. Gorontalo Tahun 2016

Dapat disimpulkan  bahwa  NJOP PBB-P2 di Kabupaten Gorontalo pada tahun 2016 menunjukkan kondisi NJOP yang berada dibawah harga pasar.

Keadaan tersebut Pemerintah Kabupaten Gorontalo perlu melakukan proses penilaian kembali terhadap objek PBB-P2 di wilayah Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan penerimaan PBB-P2 sebagai sumber pendapatan daerah sesuai dengan potensi sesungguhnya.

Referensi

Heru Supriyanto, BEM., M.Si, 2011, Penilaian Properti Tujuan PBB, Penerbit : PT. Indeks, Jakarta Barat

Drs. Darwin., MBP, 2013, Panduan Praktis Pengelolaaan PBB P2 Penerbit : Mitra Wacana Media

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-01/PJ.6/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Analisis ASR

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-14/PJ/2012 tentang Monografi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

Pemungutan pajak dan retribusi daerah oleh pemerintah daerah tidak lepas dari peran sumber daya manusia pada instansi pelaksana pemungutan pajak dan retribusi daerah. Hal ini sesuai dengan pendapat Nawawi (2006:305) yang menyatakan bahwa sumber daya manusia adalah faktor sentral di lingkungan organisasi profit, (perusahaan dan industry), non profit (instansi pemerintah), dan voluntir (organisasi/perkumpulan berdasarkan kemanusiaan dan pengabdian).

Sumber  daya manusia menurut Sedarmayanti (2011:144) adalah seseorang yang siap, mau dan mampu memberikan sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi. Sebagai bentuk imbalan atas jasa atau usaha dalam pencapaian tujuan organisasi, sumber daya manusia diberikan kompensasi. Kompensasi menurut Edison, Anwar dan Komariyah (2016:154) adalah sesuatu yang diterima karyawan atas jasa yang mereka sumbangkan pada pekerjaannya. Menurut Edwin B. Flippo dalam Suwatno dan Priansa (2011:220) kompensasi merupakan pemberian imbalan jasa yang layak dan adil kepada karyawan-karyawan karena mereka telah memberi sumbangan kepada pencapaian organisasi.

Prinsip penting dalam sistem manajemen kompensasi adalah prestasi yang tinggi harus diberi penghargaan (reward) yang layak, sedangkan kinerja yang buruk diberi hukuman (punishment) yang adil dan manusiawi. Manajemen kompensasi yang baik adalah manajemen kompensasi yang berorientasi pada pemberian penghargaan, bukan berorientasi hukuman (Mahmudi, 2015:175).

Insentif adalah salah satu bentuk kompensasi. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Nawawi (2006:325) yang menyatakan bahwa kompensasi itu terdiri dari:  (a) kompensasi langsung (direct compensation) adalah upah/gaji tetap yang dibayarkan berupa uang secara berkala atau dengan periode yang tetap, misalnya sebulan sekali; (b) kompensasi tidak langsung (indirect compensation) adalah imbalan diluar upah tetap yang dibayarkan pada pekerja/anggota organisasi untuk peningkatan kesejahteraannya; (c) insentif adalah penghargaan/imbalan yang diberikan untuk memotivasi pekerja/anggota organisasi agar motivasi kerja dan produktivitas kerjanya tinggi, sifatnya tidak tetap atau sewaktu-waktu.

Salah satu persoalan dalam pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi adalah masih rendahnya kesadaran wajib pajak. Untuk menghadapi persoalan rendahnya kesadaran wajib pajak perlu peran dan upaya aparat pemungut pajak khususnya pada proses pemeriksaan dan penagihan pajak untuk jenis pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak maupun jenis pajak yang dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah.

Dalam rangka menggali dan mengelola seluruh potensi pajak dan retribusi daerah, pemerintah daerah dapat memberikan insentif sebagai tambahan penghasilan bagi instansi pelaksana pemungut pajak dan retribusi. Guna mengoptimalkan pemungutan pajak dan retribusi, instansi pelaksana pemungut pajak dan retribusi dapat dan perlu dibantu oleh pihak lain diluar instansi pelaksana pemungut pajak dan retribusi yang menjadi bagian dari pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi oleh instansi pelaksana. Insentif ini diberikan berdasarkan capaian kinerja tertentu.

Pemberian insentif diharapkan dapat meningkatkan kinerja instansi pelaksana pemungut pajak dan retribusi, semangat kerja pejabat atau pegawai instansi, pendapatan daerah dan pelayanan kepada masyarakat. Pemberian insentif diharapkan agar pelaksana pemungutan pajak dan retribusi dapat bekerja dengan jujur, bersih dan bertanggungjawab.

Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Ketentuan Pasal 171 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan bahwa Instansi yang melaksanakan pemungutan Pajak dan Retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu. selanjutnya dalam Ketentuan Pasal 171 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah yang diundangkan pada tanggal 18 Oktober 2010.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan Insentif Pemungutan Pajak dan Retribusi yang selanjutnya disebut Insentif adalah tambahan penghasilan yang berikan sebagai penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan Pajak dan Retribusi.

Pemberian dan pemanfaatan insentif pemungutan pajak dan retribusi dilaksanakan berdasarkan asas kepatutan, kewajaran, dan rasionalitas disesuaikan dengan besarnya tanggung jawab, kebutuhan, serta karakteristik dan kondisi objektif daerah.

Insentif diberikan kepada Instansi Pelaksana Pemungut Pajak dan Retribusi. Instansi pelaksana pemungut pajak dan retribusi adalah dinas/badan/lembaga yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan Pajak dan Retribusi.

Insentif secara proporsional dibayarkan kepada:

a. pejabat dan pegawai Instansi Pelaksana Pemungut Pajak dan Retribusi sesuai dengan tanggung jawab masing-masing;
b. kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai penanggung jawab pengelolaan keuangan daerah;
c. sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah;
d. pemungut Pajak Bumi dan Bangunan pada tingkat desa/kelurahan dan kecamatan, kepala desa/lurah atau sebutan lain dan camat, dan tenaga lainnya yang ditugaskan oleh Instansi Pelaksana Pemungut Pajak; dan
e. pihak lain yang membantu Instansi Pelaksana pemungut Pajak dan Retribusi.

Yang dimaksud dengan “tenaga lainnya” adalah tenaga yang mendapat penugasan dari Instansi Pelaksana Pemungut Pajak dan Retribusi untuk membantu pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan. Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah antara lain Kepolisian Daerah dalam pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

Pemberian insentif kepada kepala daerah, wakil kepala daerah, dan sekretaris daerah dapat diberikan dalam hal belum diberlakukan ketentuan mengenai remunerasi di daerah yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan “remunerasi” adalah tambahan penghasilan yang diberikan untuk meningkatkan kinerja.

Instansi pelaksana pemungut pajak dan retribusi dapat diberi insentif apabila mencapai kinerja tertentu. Yang dimaksud dengan “kinerja tertentu” adalah pencapaian target penerimaan pajak dan retribusi yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dijabarkan secara triwulanan dalam Peraturan Kepala Daerah.

Contoh penghitungan kinerja tertentu:

  1. Berdasarkan Keputusan Kepala Daerah ditetapkan target
    penerimaan per jenis Pajak dan Retribusi, untuk:
    a. sampai dengan triwulan I : 15% (lima belas perseratus)
    b. sampai dengan triwulan II : 40% (empat puluh perseratus)
    c. sampai dengan triwulan III : 75% (tujuh puluh limaperseratus)
    d. sampai dengan triwulan IV : 100% (seratus perseratus)
  2. Apabila pada akhir triwulan I realisasi mencapai 15% (lima belas perseratus) atau lebih, Insentif diberikan pada awal triwulan II.
  3. Apabila pada akhir triwulan I realisasi kurang dari 15% (lima belas perseratus), Insentif tidak diberikan pada awal triwulan II.
  4. Apabila pada akhir triwulan II realisasi mencapai 40% (empat puluh perseratus) atau lebih, Insentif diberikan untuk triwulan I yang belum dibayarkan dan triwulan II.
  5. Apabila pada akhir triwulan II realisasi kurang dari 40% (empat puluh perseratus), Insentif untuk triwulan II belum dibayarkan pada awal triwulan III.
  6. Apabila pada akhir triwulan III realisasi kurang dari 75% (tujuh puluh lima perseratus), Insentif tidak diberikan pada awal triwulan IV.
  7. Apabila pada akhir triwulan III realisasi mencapai 75% (tujuh puluh lima perseratus) atau lebih, Insentif diberikan pada awal triwulan IV.
  8. Apabila pada akhir triwulan IV realisasi mencapai 100% (seratus perseratus) atau lebih, Insentif diberikan untuk triwulan yang belum dibayarkan.
  9. Apabila pada akhir triwulan IV realisasi kurang dari 100% (seratus perseratus) tetapi lebih dari 75% (tujuh puluh lima perseratus), Insentif diberikan untuk triwulan III dan triwulan sebelumnya yang belum dibayarkan.

Pemberian insentif dimaksudkan untuk meningkatkan: (a) kinerja instansi; (b) semangat kerja bagi pejabat atau pegawai instansi; (c) pendapatan daerah; dan (d) pelayanan kepada masyarakat. Pembayaran insentif dibayarkan setiap triwulan pada awal triwulan berikutnya.

Dalam hal target kinerja suatu triwulan tidak tercapai, Insentif untuk triwulan tersebut dibayarkan pada awal triwulan berikutnya yang telah mencapai target kinerja triwulan yang ditentukan. Dalam hal target kinerja pada akhir tahun anggaran penerimaan tidak tercapai, tidak membatalkan Insentif yang sudah dibayarkan untuk triwulan berikutnya.

Insentif bersumber dari pendapatan Pajak dan Retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Besarnya Insentif ditetapkan paling tinggi:
a. 3% (tiga perseratus) untuk provinsi; dan
b. 5% (lima perseratus) untuk kabupaten/kota,
dari rencana penerimaan Pajak dan Retribusi dalam tahun anggaran berkenaan untuk tiap jenis Pajak dan Retribusi. Besaran Insentif ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah tahun anggaran berkenaan.

Besarnya pembayaran Insentif kepada pejabat dan pegawai Instansi Pelaksana Pemungut Pajak dan Retribusi sesuai dengan tanggung jawab masing-masing, kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai penanggung jawab pengelolaan keuangan daerah dan sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah untuk setiap bulannya dikelompokkan berdasarkan realisasi penerimaan Pajak dan Retribusi tahun anggaran sebelumnya dengan ketentuan:
a. di bawah Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah), paling tinggi 6 (enam) kali gaji pokok dan tunjangan yang melekat;

b. Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) sampai dengan Rp 2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus milyar rupiah), paling tinggi 7 (tujuh) kali gaji pokok dan tunjangan yang melekat;

c. di atas Rp2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus milyar rupiah), sampai dengan Rp7.500.000.000.000,00 (tujuh triliun lima ratus milyar rupiah), paling tinggi 8 (delapan) kali gaji pokok dan tunjangan yang melekat;

d. di atas Rp7.500.000.000.000,00 (tujuh triliun lima ratus milyar rupiah), paling tinggi 10
(sepuluh) kali gaji pokok dan tunjangan yang melekat.

Yang dimaksud dengan “tunjangan yang melekat” adalah tunjangan yang melekat pada gaji, terdiri atas tunjangan istri/suami, tunjangan anak, tunjangan jabatan struktural/fungsional, dan/atau tunjangan beras.

Besarnya pembayaran Insentif untuk pemungut Pajak Bumi dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima perseratus) dari besarnya Insentif yang ditetapkan berdasarkan ketentuan yaitu: 3% (tiga perseratus) untuk provinsi; dan 5% (lima perseratus) untuk kabupaten/kota.
Besarnya pembayaran Insentif untuk pihak lain ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari besarnya Insentif yang ditetapkanberdasarkan ketentuan yaitu: 3% (tiga perseratus) untuk provinsi; dan 5% (lima perseratus) untuk kabupaten/kota.
Apabila dalam realisasi pemberian Insentif berdasarkan ketentuan terdapat sisa lebih, harus disetorkan ke kas daerah sebagai penerimaan daerah.

Penerima pembayaran insentif dan besarnya pembayaran insentif ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

Kepala Instansi Pelaksana Pemungut Pajak dan Retribusi menyusun penganggaran Insentif pemungutan Pajak dan/atau Retribusi berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah.

Penganggaran Insentif pemungutan Pajak dikelompokkan ke dalam belanja tidak langsung yang diuraikan berdasarkan jenis belanja pegawai, objek belanja Insentif pemungutan Pajak serta rincian objek belanja Pajak. Penganggaran Insentif pemungutan Retribusi dikelompokkan ke dalam belanja tidak langsung yang diuraikan
berdasarkan jenis belanja pegawai, obyek belanja Insentif pemungutan Retribusi serta rincian obyek belanja Retribusi.

Dalam hal target penerimaan Pajak dan Retribusi pada akhir tahun anggaran telah tercapai atau terlampaui, pembayaran Insentif belum dapat dilakukan pada tahun anggaran berkenaan, pemberian Insentif diberikan pada tahun anggaran berikutnya yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

 

Referensi

  • Emron Edison, Yohny Anwar & Imas Komariyah, 2016, Manajemen Sumber Daya Manusia Cetakan Kesatu, CV. Alfabeta, Bandung
  • Hadari Nawawi, 2006, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi Cetakan Kedua, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
  • Mahmudi, 2015, Manajemen Kinerja Sektor Publik Edisi Ketiga Cetakan Pertama, Unit Penerbit Dan Percetakan STIM YKPN, Yogyakarta
  • Sedarmayanti, 2011, Membangun dan Mengembangkan Kepemimpinan Serta Meningkatkan Kinerja Untuk Meraih Keberhasilan, PT. Refika Aditama, Bandung
  • Suwatno dan Donni Juni Priansa, 2011, Manajemen SDM Dalam Organisasi Publik dan Bisnis Cetakan Kedua, Penerbit Alfabeta, Bandung
  • Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
  • Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

 

Analisis Kualitas NJOP PBB-P2 (bag.1: Pendahuluan)

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotan (PBB-P2)  menurut  Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang  Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD)  adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Dasar pengenaan PBB-P2 adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Penetapan besarnya NJOP dilakukan oleh Kepala Daerah. Penentuan  NJOP sebagai dasar pengenaan PBB-P2  dilakukan kegiatan penilaian.

Berdasarkan Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang  Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. NJOP meliputi nilai jual permukaan bumi (tanah, perairan pedalaman, serta laut wilayah Kabupaten/Kota) dan/atau bangunan yang melekat di atasnya.

Meskipun NJOP hanya sebagai dasar penetapan PBB-P2 terhutang, akan tetapi juga digunakan untuk banyak kepentingan seperti: dasar perhitungan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan dasar ganti rugi dalam rangka pembebasan tanah. Oleh karena itu, nilai NJOP dalam setiap penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) harus ditentukan dengan benar, baik letak bidang objek pajak serta nilai NJOPnya dan metode penetapannya. Setelah subjek property atau objek pajak dilakukan penilaian, kemudian diterbitkan laporan penilaian yang didalamnya mencantumkan NJOP PBB, langkah berikutnya adalah melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap NJOP tersebut dengan menggunkan assessment sales ratio (ASR), yaitu membandingkan NJOP bumi dengan nilai pasar. NJOP yang diharapkan memiliki multifungsi harus selalu diuji kualitasnya dalam rangka meningkatkan akurasi dan kinerja PBB serta mengukur potensi penerimaan (Supriyanto, 2011:146).

Sesuai dengan surat edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-14/PJ/2012 tentang Monografi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, mengukur nilai ASR per kecamatan yaitu menghitung rata-rata tertimbang dari total NJOP dibandingkan dengan total nilai pasar dalam satuan wilayah kecamatan. Berdasarkan Surat Edaran Nomor : SE-01/PJ.6/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Analisis Assessment Sales Ratio  dianjurkan untuk dilaksanakan pada wilayah sebagai berikut:

  1. Yang mempunyai tingkat pembangunan atau pertumbuhan yang tinggi (perkotaan).
  2. Perbatasan, dalam rangka menjaga tingkat keseimbangan NJOP antar wilayah.
  3. Di mana terdapat indikasi adanya data pasar (penawaran atau penjualan) yang mencukupi.
  4. Sudah tiga tahun atau lebih belum dilakukan revaluasi.

The International Association of Assessing Officers (IAAO) merekomendasikan bahwa tingkat assessment sales ratio yang baik adalah berada pada 10% dari tingkat rasio yang diinginkan, yaitu 90% sampai dengan 110% (Supriyanto, 2011, 148).

Menurut Appraisal Institute secara umum terdapat 3 (tiga) cara pendekatan yang dipergunakan dalam proses penilaian suatu properti, yaitu:

  1. Perbandingan harga pasar (sales comparison approach),
  2. Pendekatan biaya (cost approach),
  3. Pendekatan pendapatan (income capitalization approach).

Dalam pelaksanaan pajak properti di Indonesia, penilaian atas tanah menggunakan pendekatan perbandingan harga pasar, sedangkan bangunan menggunakan pendekatan biaya (Hartoyo cs, 2014:4).

Pendapat ini sesuai dengan penjelasan Pasal 79 ayat (1) UU PDRD,  penetapan NJOP dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu :

  1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, yaitu suatu pendekatan/ metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan data pasar atau pendekatan perbandingan harga baru.
  2. Nilai perolehan baru, yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan kemudian dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan biaya.
  3. Nilai jual pengganti, yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan hasil produksi objek tersebut. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan pendapatan.

Sebagaimana tujuan hukum pada umumnya, hukum pajak bertujuan untuk mendorong adanya keadilan dalam pemungutan pajak yang dilakukan secara umum dan merata. Prinsip ini mengawal setiap proses penyusunan perangkat perundang-undangan perpajakan maupun dalam implentasinya. Prinsip umum dan merata tersebut merupakan parameter dari aspek keadilan (Widi Widodo dan Dedy Djefris :2009).

Dari  penjelasaan  diatas  dapat dilihat pentingnya NJOP sebagai  dasar pengenaan besarnya PBB yang harus dibayar oleh wajib pajak  dan penetapan tarif pajak   sangat berpengaruh dalam tingkat penerimaan PBB – P2 sebagai  pajak daerah, dimana hasil penerimaan PBB –P2 tersebut merupakan pendapatan daerah dan setiap tahun anggaran dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang akan digunakan dalam pelaksanaan  pembangunan daerah.  Melalui metode penetapan NJOP yang sesuai diharapkan akan menghasilkan NJOP dengan kondisi Objek Pajak sebenarnya.

Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah  Kabupaten Gorontalo  Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, maka sejak tanggal 1 Januari 2014 pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) mulai dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Untuk melaksanakan pemungutan PBB-P2 Badan Keuangan Kabupaten Gorontalo menjadi perangkat daerah yang mengelola PBB-P2 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gorontalo  Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

Adanya penambahan jenis pungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan finansial daerah yang selama ini dirasakan masih belum mencukupi. Oleh karena itu dengan penambahan jenis pajak daerah ini serta keleluasaan dalam menerapkan tarif pajak daerah (diskresi tarif) sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pemerintah Kabupaten Gorontalo dapat meningkatkan pendapatan daerah dalam pembiayaan APBD pararel dengan peningkatan pelayanan masyarakat.

Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Gorontalo Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tarif PBB-P2 ditetapkan sebagai berikut :

  1. Untuk NJOP sampai dengan Rp.1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah) ditetapkan sebesar 0,1 % (nol koma satu persen) pertahun
  2. Untuk NJOP diatas Rp.1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah) ditetapkan sebesar 0,2 % (nol koma dua persen) pertahun.

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2014:96) untuk meningkatkan penerimaan pendapatan  PBB-P2 secara umum dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Cara intensifikasi  adalah melakukan pemungutan secara efektif dan efisien pada objek dan subjek PBB-P2 yang sudah ada misalnya  melakukan perhitungan potensi, penyuluhan, peningkatan pengawasan dan pelayanan serta melibatkan unsur-unsur pemerintahan sampai tingkat Desa/Kelurahan atau RT/RW jika perlu. Cara ekstensifikasi adalah melakukan usaha-usaha untuk menjaring wajib pajak baru melalui pendataan dan pendaftaran baru. Bukan tidak mungkin bahwa perkembangan wilayah menyebabkan perubahan kondisi objek pajak sehingga terjadi peningkatan Nilai Jual Objek Pajak. Kondisi tersebut harus ditangkap oleh petugas pajak dengan cara secara proaktif melakukan pendataan ulang dan/atau pendataan baru agar penerimaan dapat bertambah .

Berikutnya: Hasil Analisis kualitas NJOP PBB-P2 di Kabupaten Gorontalo 

Retribusi Daerah

Pengertian

Definisi atau pengertian retribusi daerah adalah iuran yang dibayarkan oleh rakyat kepada daerah yang dapat dipaksakan yang mendapat prestasi kembalinya secara langsung, misalnya retribusi perizinan tertentu, yang penerapannya berlaku umum. Dari pengertian retribusi daerah unsur paksanya bersifat ekonomis sehingga pada hakikatnya diserahkan kepada pihak yang berkepentingan untuk membayar retribusi perzinan tertentu, agar orang tersebut dapat memperoleh izin yang diperlukan (Handbook Modul Pendapatan Daerah:2013).

Sesuai ketentuan umum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan bahwa retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perzinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.

Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan /atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

Objek dan Jenis Retribusi Daerah

Objek retribusi daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) adalah: (a) Jasa Umum; (b) Jasa Usaha; dan (c) Perizinan Tertentu. Pada UU PDRD yang menganut sistem closed list menetapkan 30 (tiga puluh) jenis retribusi daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. Jumlah tersebut bertambah menjadi 32 (tiga puluh dua) jenis dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan IMTA. Berikut jenis retribusi daerah berdasarkan objeknya:

Retribusi Jasa Umum

  1. Retribusi Pelayanan Kesehatan
  2. Retribusi Persampahan/ Kebersihan
  3. Retribusi KTP dan Akte Capil
  4. Retribusi Pemakaman/ Pengabuan Mayat
  5. Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum
  6. Retribusi Pelayanan Pasar
  7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
  8. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
  9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
  10. Retribusi Pelayanan Tera/ Tera Ulang
  11. Retribusi Penyedotan Kakus
  12. Retribusi Pengolahan Limbah Cair
  13. Retribusi Pelayanan Pendidikan
  14. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi
  15. Retribusi Pengendalian lalu-lintas

Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, maka retribusi KTP dan Akte Capil tidak lagi dipungut oleh pemerintah daerah.

Retribusi Jasa Usaha

  1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
  2. Retribusi Pasar Grosir/Pertokoan
  3. Retribusi Tempat Pelelangan
  4. Retribusi Terminal
  5. Retribusi Tempat Khusus Parkir
  6. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/ Villa
  7. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan
  8. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
  9. Retribusi Penyeberangan di Air
  10. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah

Retribusi Perizinan Tertentu

  1. Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
  2. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
  3. Retribusi Izin Gangguan
  4. Retribusi Izin Trayek
  5. Retribusi Izin Usaha Perikanan
  6. Retribusi Perpanjangan IMTA

Tata Cara Penghitungan Retribusi

Besarnya Retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa dengan tarif Retribusi. Tingkat penggunaan jasa yang dimaksud adalah jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban biaya yang dipikul Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan. Apabila tingkat penggunaan jasa sulit diukur maka tingkat penggunaan jasa dapat ditaksir berdasarkan rumus yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. Rumus dimaksud harus mencerminkan beban yang dipikul oleh Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan jasa tersebut. Tarif Retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya Retribusi yang terutang. Tarif Retribusi dapat ditentukan seragam atau bervariasi menurut golongan sesuai dengan prinsip dan sasaran penetapan tarif Retribusi.

Prinsip Dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut. Biaya dimaksud meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal. Dalam hal penetapan tarif sepenuhnya memperhatikan biaya penyediaan jasa, penetapan tarif hanya untuk menutup sebagian biaya. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta hanya memperhitungkan biaya pencetakan dan pengadministrasian.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif Retribusi Jasa Usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. Keuntungan yang layak dimaksud adalah keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan pemberian izin meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.

Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali. Peninjauan tarif Retribusi dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. Penetapan tarif Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.

Referensi

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan IMTA

Handbook Modul Pendapatan Daerah

MENGUJI KUALITAS NJOP

pemkot-depok-berencana-mena

Tidak terasa, pengelolaan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) akan memasuki tahun ke-empat bagi daerah yang mulai mengelola PBB-2 per 1 Januari 2014.  Hal yang perlu diperhatikan pada saat pengelolaan PBB-2 pada tahun ke-empat adalah dasar pengenaan PBB-P2 yaitu nilai jual objek pajak (NJOP ).  Sesuai dengan Pasal 79 ayat (2) Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa besarnya NJOP ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayah. Sebelum melakukan kegiatan penilaian kembali untuk menentukan NJOP, perlu dilakukan evaluasi secara komprehensif terhadap NJOP yang telah diterapkan.

Dalam menentukan NJOP sebagai dasar pengenaan PBB-P2, dilakukan kegiatan penilaian. Berdasarkan Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. NJOP meliputi nilai jual permukaan bumi (tanah, perairan pedalaman, serta laut wilayah Kabupaten/Kota) dan/atau bangunan yang melekat di atasnya.

Guna peningkatan akurasi penentuan NJOP serta untuk mengukur potensi penerimaan PBB-P2  dan keperluan pajak  lainnya NJOP yang bersifat multifingsi harus selalu diuji kualitasnya. Salah satu alat untuk menguji akurasi penentuan NJOP adalah dengan membandingkan besarnya NJOP bumi dengan nilai pasar yaitu dengan metode uji assessment sales ratio.

Studi assessment sales ratio dapat memberi informasi umum apakah NJOP bumi yang telah ditetapkan lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai pasar dan informasi lainnya dari hasil intepretasi parameter standar assessment sales ratio.

The International Association of Assessing Officers (IAAO) telah memberikan rekomendasi ukuran assessment sales ratio (standar on ratio studies) yang dapat diterima. Dengan rekomendasi ini memudahkan beberapa negara untuk menggunakan standar yang telah dikeluarkan IAAO sebagai bahan pengukur tingkat keseragaman (uniformity) dan keadilan (equity) pajak property.

Assessment sales ratio  dianjurkan untuk dilaksanakan pada wilayah sebagai berikut:

  1. Yang mempunyai tingkat pembangunan atau pertumbuhan yang tinggi (perkotaan).
  2. Perbatasan, dalam rangka menjaga tingkat keseimbangan NJOP antar wilayah.
  3. Di mana terdapat indikasi adanya data pasar (penawaran atau penjualan) yang mencukupi.
  4. Sudah tiga tahun atau lebih belum dilakukan revaluasi.

Assessment sales ratio  bertujuan :

  1. Mengukur kinerja pemajakan,
  2. Mengetahui realitas tingkat pemajakan di suatu wilayah, sehingga dapat dilakukan penyesuaian kembali terhadap tingkat pemajakan sesuai dengan ratio yang menjadi standar internasional.
  3. Mengetahui tingkat keseragaman (uniformity), dan keadilan (equity) dalam pemajakan antara jenis property satu dengan yang lain dan antara wilayah satu dengan yang lain.
  4. Meningkatkan kinerja hasil penilaian missal dan individual.

Sasaran Assessment sales ratio  adalah:

  1. Mengetahui perlu tidaknya dilakukan penilaian ulang (reappraisal) bagi wilayah yang diteliti, yang dianggap tidak memnuhi standar pemajakan baik ketepatan maupun tingkat keseragaman.
  2. Menyusun skala prioritas penilaian ulang (reappraisal) berdasarkan tingkat ketepatan setiap wilayah, berdasarkan waktu, tenaga dan danayang tersedia.
  3. Mengidentifikasi permasalahan yang akan muncul dalam penentuan NJOP bumi.
  4. Mengawasi keseragaman dan keadilan pemajakan untuk setiap jenis pemajakan untuk setiap jenis penggunaan properti.
  5. Menentukan kebijakan sesuai dengan potensi masing-masing wilayah, sehingga dalam kebijakan tersebut akan diperoleh keadilan pemajakan.

Referensi

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.6/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Analisis Assessmen Sales Ratio

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ/2012 Tentang Monografi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Pedoman Umum Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, 2014.

Heru Supriyanto, Penilaian Properti Tujuan PBB

NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP) PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2)

NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP)

PAJAK  BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

 (PBB-P2)

Oleh : Zulkifli

 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sejak tanggal 1 Januari 2014 pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) mulai dikelola oleh pemerintah daerah. Namun dalam pelaksanaannya, pengelolaan PBB-P2 masih menghadapi berbagai permasalahan antara lain belum optimalnya penetapan dan penerimaan PBB-2 .  Belum optimalnya penetapan dan penerimaan ini disebabkan oleh beberapa hal yang salah satunya adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai dasar penetapan PBB-P2.  NJOP yang menjadi dasar penetapan PBB-P2 oleh pemerintah daerah adalah NJOP yang masih menjadi dasar penetapan PBB-P2 ketika masih dikelola oleh pemerintah pusat dan belum disesuaikan dengan perkembangan properti diwilayah pemerintah daerah saai ini.

NJOP bukan hanya sebagai dasar penetapan PBB-P2 terhutang, akan tetapi juga digunakan untuk banyak kepentingan seperti: dasar perhitungan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan dasar ganti rugi dalam rangka pembebasan tanah. Oleh karena itu, nilai NJOP dalam setiap penerbitan SPPT harus ditentukan dengan benar, baik letak bidang objek pajak serta nilai NJOPnya.

NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek pajak lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti (pasal 1 ayat (40) UU PDRD).

Heru Supriyanto (2010) NJOP memiliki unsur :

  1. Harga rata-rata transaksi jual beli, bukan harga penawaran. Akan tetapi, mengingat sulitnya memperoleh harga jual beli yang jujur (nyata), maka ada kecenderungan untuk menggunakan harga penawaran dengan terlebih dahulu melekukan penyesuaian harga penawaran.
  2. Jual beli yang terjadi secara wajar

Kata “wajar” tidak pernah didefinisikan dalam undang-undang atau peraturan lainnya. Definisi wajar dapat ditemukan dalam disiplin ilmu penilaian properti (valuation/appraisal ) tepatnya dalam Standar Penilaian Indonesia (SPI). Disebut wajar jika:

SPI 0.5.39.6 “ … antara pembeli yang berminat membeli ….”  mengarah pada seseorang yang memiliki motivasi, tetapi tidak dipaksa untuk membeli. Pembeli tersebut tidak sangat ingin membeli atau bersedia membeli dengan harga berapapun. Pembeli dimaksud juga membeli sesuai dengan keadaan pasar yang berlaku, dan dengan harapan pasar saat ini, serta bukan pasar imajinasi atau hipotesis yang tidak dapat diharapkan terjadi. Pembeli dimaksud diasumsikan tidak akan membeli di atas harga pasar.

SPI 0.5.39.7 “ … penjual yang berminat menjual … “ adalah penjual yang tidak terlalu berminat atau tidak terpaksa menjual pada sembarang harga ataupun tidak bertahan pada tingkat harga yang dianggap tidak layak dalam kondisi pasar. Penjual berkeinginan untuk menjual asetnya pada kondisi pasar dan pada tingkat harga terbaik yang mungkin dicapai di pasar terbuka, setelah melakukan upaya pemasaran yang layak, berapapun harga yang dapat dicapai.

SPI 0.5.39.8 “ … dalam transaksi bebas ikatan … “  adalah transaksi antara pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan tertentu atau hubungan istimewa (misalnya induk perusahaan dengan anak perusahaan atau pemilik bangunan dengan penyewa) yang dapat membentuk tingkat harga yang bukan sebenarnya dipasar atau menaikkan harga akibat adanya unsur nilai khusus. Transaksi dianggap terjadi antara pihak-pihak yang tidak berkepentingan dan masing-masing bertindak independen.

SPI 0.5.39.9 “ … yang penawarannya dilakukan secara layak … “ berarti asset akan ditawarkan ke pasar dalam cara yang layak agar penjualannya dapat terjadi pada tingkat harga terbaik yang dapat diperoleh secara wajar sesuai dengan nilai pasar. Jangka waktu penawaran property dapat bervariasi sesuai dengan kondisi pasar, tetapi harus cukup waktu sehingga asset dapat menarik perhatian pada pembeli potensial dalam jumlah yang cukup.

SPI 0.5.39.10 “ … dimana kedua pihak masing-masing mengetahui dan bertindak hati-hati … “ menganggap bahwa pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berminat menjual masing-masing memiliki informasi yang cukup atas keadaan dan karakteristik asset, untuk penggunaan yang ada dan potensialnya, serta keadaan pasar. Masing-masing bertindak untuk kepentingannya sendiri dengan pengetahuan yang dimilikinya, dan secara hati-hati menentukan harga terbaik untuk posisinya masing-masing. Prinsip kehati-hatian menentukan ditunjukkan dengan menganalisis keadaan pasar pada dan bukan keuntungan atau ramalan sesudahnya. Seorang penjual yang menjual propertinya pada tingkat  harga di bawah harga pasar tidak berarti dapat dikatakan tidak bijaksana apabila tingkat harga pasar pada saat itu memang dalam kondisi menurun. Dalam kondisi demikian, sebagaimana dalam situasi pembelian dan penjualan lainnya yang terjadi dalam kondisi pasar dengan tingkat harga yang berfluktuasi, pembeli atau penjual yang berhati-hati akan selalu bertindak sesuai dengan harga pasar terbaik yang tersedia saat itu.

SPI 0.5.39.11 “ … dan tanpa paksaan …”  menyatakan bahwa setiap pihak terdorong untuk melakukan transaksi, tetapi juga tidak ada paksaan untuk menyetujuinya.

  1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis (Market Data Approach/Sales Comparasion Aproach/Pendekatan Perbandingan Data Pasar), adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya. Metode ini dipergunakan untuk menentukan NJOP Bumi (tanah kosong).
  2. Nilai perolehan baru (Cost Aproach/Pendekatan Kalkulasi Biaya), adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan NJOP bangunan, baik bangunan modern, kuno(candi dan lain-lain), tanaman perkebunan, hutan tanaman industri.
  3. Nilai jual objek pajak pengganti (Income Approach/Pendekatan Pendapatan), adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut. Metode ini dipergunakan untuk menentukan NJOP bumi areal produktif untuk pertambangan, areal penangkapan ikan dilaut, dan lain-lain. Dan metoda ini digunakan manakala tidak terdapat rata-rata harga jual beli, tidak dapat dilakukan perbandingan harga, ataupun tidak bias dihitung berapa biaya membangunnya.

Besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB-P2 ditetapkan oleh Kepala Daerah setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.

Darwin (2013) sesuai dengan penjelasan Pasal 79 ayat (1) UU PDRD,  penetapan NJOP dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu :

  1. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, yaitu suatu pendekatan/ metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan data pasar atau pendekatan perbandingan harga baru.
  2. Nilai perolehan baru, yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan kemudian dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan biaya.
  3. Nilai jual pengganti, yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan hasil produksi objek tersebut. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan pendapatan.

Proses terbentuknya  NJOP tidak semata-mata ditetapkan oleh Kepala Daerah, akan tetapi melibatkan juga partisipasi masyarakat. Berikut adalah gambaran dari Siklus NJOP :

siklus-njop

(Siklus NJOP :Heru Supriyanto : 2010)

Denah diatas dapat dijelaskan sebagai berikut, penjual dan pembeli sepakat dengan harga jual properti. Kemudian penjual dan pembeli membuat akta jual beli di PPAT notaris/PPATS Camat. Setiap bulannya PPAT notaris/PPATS Camat diwajibkan untuk melaporkan setiap transaksi kepada DPPAKD/DISPENDA. Oleh DPPKAD/DISPENDA data harga properti akan dijadikan NJOP, yang kemudian disampaikan ke masyarakat dalam bentuk SPPT. Seiring perkembangan waktu, nilai properti di daerah tersebut akan mengalami kenaikan, yang tentunya akan dijadikan dasar oleh penjual dan pembeli untuk menentukan harga transaksi jual beli properti.

Daftar Pustaka

 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan    Retribusi Daerah

Darwin, Drs, MBP. Panduan Praktis Pengelolaan PBB P2. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013.

Heru Supriyanto, BEM, M.Si. Cara Menghitung PBB, BPHTB, dan Bea Materai Edisi Kedua. Jakarta: Indeks, 2010.

PERMASALAHAN DAN PENYELESAIAN PBB

PERMASALAHAN PENYELESAIAN
Belum terbit SPPT Data Baru
Terlewat Pendataan
Luas Tanah/Bangunan berbeda Pembetulan
Salah Ketik Alamat Subjek/Objek
Salah Ketik Nama Wajib Pajak
Hibah Mutasi
Jual Beli
Pemecahan/Penggabungan Objek
Pindah Kepemilikan Lainnya
Tanah gabung dengan objek lain
Tukar Menukar
Waris
Kelas Bangunan terlalu tinggi/rendah Keberatan
Fasilitas Umum/Sosial/Cagar Alam/Tanah Negara Pembatalan
SPPT terbit dua atau lebih atas objek yang sama
Tanah sudah habis
Tidak ada Objek (karena salah pendataan/pengukuran)
Bencana Alam Pengurangan
Pensiunan
Tidak mampu membayar secara ekonomi
Veteran
Bayar PBB dua kali Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Kelebihan pembayaran PBB terutang
Salah penunjukan Wajib Pajak di SPPT PBB Pencabutan ditunjuk sebagai Wajib Pajak
Belum terima SPPT SK. NJOP
Fasilitas Umum/Keagamaan/Pendidikan akan mengajukan sertifikat tanah
SPPT hilang Salinan
SPPT Rusak